Minggu, 30 Oktober 2016

Kopi dan Kwang koan

   Setelah ayah meninggal, seingat saya sudah tujuh tahun tidak pernah lagi minum kopi, itu di tahun 2014. Dulu di rumah juga kopi hanya disediakan bagi tamu saja. Ini akibat salah satu komplikasi alm. adalah kopi yang mengikis lambung. Kita sekeluarga menjadi trauma. Dan setelah di jakarta, teman kantor menceritakan ada sebuah kedai kopi yang terkenal di daerah kelapa gading. Agaknya saya ragu waktu itu, tapi tak apalah menghargai saran teman dan bernostalgia lagi dengan sedikit kopi. Dan ternyata enak. Kwangkowan.



Sekarang.....,*move to another scenes*
Rindu itu candu. Bukan. Ini bukan sedang bicara sajak. Ini bicara kopi.
Kopi itu candu.

   Saya pikir tak perlu filosofi segala untuk minum secangkir kopi di sabtu dan minggu pagi yang tenang, ya karena sebagai karyawan: senin sampai jumat pagi yang tenang itu sudah hilang. Keburu di klakson dari belakang, berlomba-lomba ke tempat kerja. Dan, Jenghis Khan, Stalin dan Hilter  yang tersohor itu saja tak pernah mempublikasikan, filosofi teh mereka. *jk, I haven't did any research about last sentence*

  Kwangkowan, kedai sederhana yang kurang fancy dibanding kedai kopi yang lagi menjamur di jakarta, khususnya di daerah kelapa gading.  Tidak ada alat barista modern disana, tidak ada banyak jenis kopi yang disajikan, hanya hitam, pakai susu hanya itu untuk jenis kopinya dan jujur saja, tempatnya agak messy. Tak ada peralatan menarik disana, hanya panci besar berisi air medidih. Radio yang selalu menyala dan Saya menyadari kalau yang punya sudah mengganti lampu lama dengan LED.

Faktanya, saya pernah terpaksa pulang karena ngantri lebih dari 30 menit hanya untuk dapat segelas. 30 menit, kayak ngantri diskon 90%.

 Dan pelanggan macam-macam, suami istri, orang tua, genk genkan yang ketawanya bikin kopi cepat dingin, yang setelah olah raga, ibadah, kumpul atau yang baru bangun tidur (this is literally me, but i don't give a sh*t about it)

  Saya sebenarnya pengen buat kopi sendiri seperti ini, dengan memperhatikan beberap kali sibapaknya buat kopi akhirnya ketemu cara buat kopi yang agak mirip, agak mirip ya bukan sama persis, berikut untuk (1 gelas):
1. Masak air sampai mendidih 1 gelas (atau secukupnya)
2. kemudian masukkan bubuk kopi giling kasar(coarse atau yang medium), tetapi karena kebanyakan yang dijual dipasaran adalah yang halus, tak apalah, ini bukan mau duplikasi cuman mau buat mirip mirip dikit saja.
3. Setelah 3 sampai 5 menit, saring air kopi dari ampasnya (ini penting, karna kopi dengan dan tanpa ampas itu beda rasanya)
4. Tuangkan susu kental masin Carnation (ini penting, karena kalau pake susu kental manis yang lain, rasanya beda)

Nah cara itu, biasa saya lakukan dikantor, sehabis makan siang.

*Flashback*
Dulu, ketika masih duduk di bangku sekolah. Saya hampir setiap hari berada dibawah pohon kopi. Metik biji kopi. Salah satu moment paling diingat adalah ketika daun biji kopi mekar.  pernah saya ingat, orang tua mencoba membuat bubuk kopi sendiri. Entah ini karena pengen hemat atau naluri eksplorasinya lagi di uji. Dengan sederet, pemahaman yang cukup sophisticated saat itu, jadilah bubuk kopi rumahan. Dan ketika uji test malamnya.  Tengggg, melek sampe subuh. Ternyata kita baru tahu, kalau kopi robusta yang ada dikebun belakang, adalah jenis kopi nomor dua. Yang cocok itu pakai kopi arabica. Kopi robusta itu lebih kuat kafeinnya dan lebih pahit. kegagalan pertama pembuatan kopi saat itu, membuat sekeluarga memutuskan untuk berhenti bereksplorasi membuat kopi sendiri. gagal.
***

Sabtu, 29 Oktober 2016

Perbedaan In Motion dan Taking Action: kesibukan yang menghasilkan dan tidak.

   Beberapa hari yang lalu, salah satu teman di facebook share link dari medium.com berisi tulisan dari James Clear. Tidak ada hal yang baru dari penjelasan James, namun yang menarik dia memisahkan dengan jelas dua hal yang dalam keseharian kita kelihatannya sama, kesibukan: yang tidak menghasilkan apa-apa dan yang menghasilkan sesuatu. Karena satu dan lain hal, tulisan ini juga dapat terjadi pada saya dan teman-teman sekitar, saya pikir saya dapat tulis ulang. Berikut saduran dari tulisan tersebut: the mistake smart people make


   Kesalahan yang dibuat orang: In Motion vs Taking Action.
   *untuk menghindari kesalahan pemahaman, kata 'motion' dan 'action' tidak diubah*

   Motion vs Action
  Sederhananya, Motion adalah ketika kamu sibuk atau asyik melakukan sesuatu, tetapi pekerjaan tersebut tidak pernah menghasilkan apa-apa atau mengakibatkan sesuatu berubah. Action, sebaliknya, kebiasaan yang menghasilkan sesuatu. Contohnya: Pertama, Jika aku memikirkan atau membuat garis besar 20 ide artikel untuk aku tulis, itu motion. Jika aku memang menulisnya dan publish sebuah artikel itu action. Kedua, jika aku mencari informasi perencanaan diet yang lebih baik dari berbagai sumber dan mencatatnya, itu motion. Jika aku makan makanan sehat dan berolahraga itu action. Ketiga, jika aku belajar untuk persiapan ujian itu motion. Jika aku ikut ujian, itu action.
   Kadang motion bagus karena memungkinkan kita untuk mempersiapkan strategi dan mempelajari sesuatu. Tapi motion tidak pernah dengan sendirinya membawa hasil yang diinginkan. Tidak peduli seberapa banyak ide yang dimiliki, tetapi jika tidak ditulis dan dipublish maka tidak akan menghasilkan apa-apa. Begitu juga jika hanya mencari informasi rencana diet yang baik dan jika hanya belajar tanpa melakukan ujian sesungguhnya. 

  Jika motion tidak menghasilkan kenapa kita masih melakukannya?
 Kadang kita melakukannya karena memang kita butuh untuk merencanakan dan mempelajari sesuatu. Tapi lebih lanjut lagi, kita melakukannya karena motion membuat kita merasa telah melakukan progress atau langkah lanjutan tanpa menghadapi resiko kegagalan. Kebanyakan dari kita ahli menghindari kritik. Tidak baik untuk gagal atau dihakimi secara umum, jadi kita cenderung menghindari situasi yang mungkin terjadi. Dan alasan terbesar kenapa kita terpeleset kedalam motion daripada melakukan action: kita ingin menunda kegagalan.
  
  "Ya, aku ingin membuat tulisan yang bagus. Tapi, aku takut ideku terlalu sederhana atau terlalu aneh."
  
  "Ya, aku ingin mengurangi berat badan. Tapi, aku tidak mau terlihat aneh makan makanan yang sehat atau melakukan olahraga sendiri seperti anti sosial."
  
  "Ya, aku ingin nilai baik untuk ujian. Tapi, aku tidak mau melewatkan acara tv kesayangan atau berkumpul dengan teman-teman."

   Mudah sekali untuk melakukan hal tersebut dan menyakinkan diri bahwa kita bergerak kearah yang benar. "Aku sudah punya 20 ide sekarang. ini bagus. setidaknya ini bergerak kearah yang benar. Aku sudah tahu tiga cara terbaik untuk melakukan die. Aku sudah belajar beberapa buku untuk ujian besok". Motion membuat kita merasa sedang menyelesaikan sesuatu. Tetapi sebenarnya, kita hanya sedang mempersiapkan sesuatu untuk diselesaikan. Dan ketika persiapan berubah menjadi penundaan, kita perlu mengubah sesuatu.

  Ide untuk melakukan Action
  Ada banyak cara untuk melakukan action, tetapi dari pengalaman penulis ada dua cara: Pertama. Persiapkan rencana untuk action: "Setiap senin saya akan publish satu tulisan". "Setiap siang saya hanya makan makanan tanpa MSG". "Seminggu sebelum ujian, belajar di kamar adalah prioritas". Dengan cara tersebut kita akan lebih mencintai apa yang kita lakukan. Kita akan lebih senang pada hari senin, karena akan ada sesuatu yang akan saya hasilkan. Dan itu baik. 
  Kedua, tentukan tanggal untuk mengubah motion menjadi action. Untuk beberapa tujuan besar memang butuh motion dan action kecil diawal. Misalnya ingin menulis buku, ingin menjadi binaragawan atau ingin masuk ke kampus terkenal nantinya. Tetapi semua itu butuh motion dan action yang mendetil. Paksakan diri untuk menyelesaikan motion dan membuat action dengan 'hard deadline'.

---
  Setelah membaca tulisan James Clear diatas, saya pikir membaca dan menulis kembali artikel tersebut bagi saya adalah motion. Jika hanya membaca tanpa melakukan maka kita sedang menambah informasi yang sebenarnya kurang berguna dan akan lupa jika tidak diaplikasikan (take action). Dan kita kedepan dengan mudah jenuh mendapatkan informasi sejenis ini. Otak kita secara tidak sadar akan menolak tulisan motivasi yang mengubah sudut pandang kita, karena dulu ketika kita pernah membaca tulisan yang tujuannya mengubah cara pandang kita tetapi tidak melakukan atau mencobanya, kita kemudian akan merasakan penyesalan, rasa bersalah dan terpuruk. Dan dikemudian hari ketika kita kembali ke kehidupan biasa, dan menemukan lagi artikel seperti ini, otak kita akan melakukan penolakan, karena dulunya tulisan seperti ini memunculkan penyesalan. 

  Bicara tentang Motion, menurut saya kita butuh informasi yang baik dan berkualitas dan seminimal mungkin sedikit distorsi untuk tujuan kita. Sebenarnya mudah untuk menemukan mana informasi yang baik atau tidak, yang berkualitas atau tidak dan mana yang murni informasi dan mana yang menyertakan tendensi. Media sosial adalah contoh sempurna untuk ini. Kita dengan mudah untuk menemukan informasi yang buruk dengan kualitas abal-abal dan sarat dengan kepentingan pribadi atau kelompok. Ketika kita menambah pengetahuan(motion) kita dengan informasi seperti ini, kita akan salah untuk menentukan sikap dan sebenarnya akan berbenturan ketika kita melakukan action. Mudahnya, jika kita menemukan informasi dan bingung apakan ini baik, berkualitas dan tidak ada tendensi apapun, aplikasikan saja dengan take action, dengan apakah dia akan berbenturan? apakah menuju kearah yang lebih baik? dan apa yang bisa kita tarik dari sana. Menyambung dengan contoh diatas, jika kita menemu informasi diet ekstrim dan bingung apakah informasinya baik dan berkualitas, sederhananya, praktikkan, dan dalam mempraktikkannya lihat apakah ada yang salah dirasakan? apakah berbeda dengan kaidah kesehatan yang sudah ada?. Jangan terbiasa mencari pembenaran, confirmation bias bisa menimpa siapa saja.

  Dengan membaca artikel diatas, kita tentu tidak alergi dengan motion, action juga sepenuhnya dipengaruhi oleh motion, entah itu kita secara sadar atau tidak menyerapnya dan menambahkannya ke dalam nilai-nilai yang kita pegang.  Motion meminimalkan kegagalan yang tidak perlu. Motion dapat berperan sebagai modal untuk mengantisipasi hal tidak terprediksi kedepan, atau sebagai bahan untuk melihat masalah lain dari sudut pandang berbeda.

Action tanpa motion yang jelas tentu tidak baik, kita bisa saja jenuh dan tanpa arah melakukan sesuatu. Misalnya kita ingin menyelesaikan marathon dan kita langsung take action dengan mengikuti acara lari tanpa pernah belajar dari cara orang lain mempersiapkannya. Kadang memulai dengan in motion bisa gagal karena langsung mengambil langkah besar.  Motion juga mengurang keraguan dalam hati, keraguan dari dalam hati bahwa masih ada cara yang lebih baik diluar sana (makanya perlu perluas relasi informasi) dan keraguan dari luar, seperti pendapat orang yang menilai sinis terhadap action kita. Kita harus terbuka untuk saran dan perubahan, sembari mengambil langkah pertama untuk motion yang sudah kita pelajari.
***


Minggu, 23 Oktober 2016

Film Dead Poetry Society dan kenapa masih relevan untuk dibicarakan sampai sekarang


Carpe diem: seize the day!
Dua kata itu akan teringat jika sudah menonton film ini.
Untuk review filmnya sudah banyak dan bisa cari di google.

"When you read, don't just consider what the author thinks, consider what you think" - John Keating

Tulisan berikut lebih untuk menjelaskan hal - hal yang muncul dipikiran saya dari dari film keluaran 1988 ini: consider what you think.

   Motivasi si Guru John Keating
   Tokoh sentral dari film ini adalah si guru: John Keating. Dia guru aneh menurut murid di sekolah itu, dan setidaknya menurut saya juga, karena pengajaran yang diberikan berbeda dari kebiasaan yang sudah ada: cenderung monoton dan membosankan. Dulunya Keating dan teman-temannya sering berkumpul di sebuah gua untuk membaca puisi dan membentuk komunitas the Dead Poet’s Society. Klub yang anggotanya gemar membaca puisi dan selalu punya pemikiran berbeda dari yang lainnya. Keating menggunakan media puisi untuk berekspresi dang mengungkapkan jati diri. Jadi puisi adalah cara atau jalan yang mereka gunakan untuk menemukan jati diri mereka.

  Keating ingin siswa tersebut merasakan mantra puisi yang sama, yang dulu juga telah melepaskan mereka dari jenuhnya hidup di Welton. Mereka tetap berprestasi, bahkan Keating adalah salah satu lulusan kehormatan Welton, tapi soal mencari arti hidup, dia dan teman nya di Dead Poet's Society setidaknya lebih tahu cara menemukannya. Mereka bebas dari tekanan sekolah dan orang tua.  Mereka tak takut lagi menjelajah, menemukan impian, cita-cita, dan keunikan pribadi masing-masing. Dan itu yang ingin Keating tularkan, kebebasan berpikir: be a freethinker.
  
  Keterlibatannya secara aktif pada perkembangan sosial anak didiknya dilalui dengan obrolan diskusi yang intim dan hangat di luar kelas. Pak Keating merupakan satu satunya guru yang menerapkan metode belajar yang unik di Welton. Ia lebih senang mengajar anak muridnya dengan cara mengarahkan agar bisa lebih mengeksplorasi kedalam diri mereka sendiri dan mengekspresikan ide ide mereka. Dan dalam proses mengarahkan tersebut Pak Keating menggunakan permainan permainan outdoor sebagai medianya. Cara yang aneh dan bahkan terlarang di sekolah bermartabat sekelas Welton saat itu.

  Carpe Diem: Seize the day, mengajarkan esensi penting yang sering dilupakan. Alan Watts mengatakan bahwa hidup tidak melulu tentang tujuan akhir, tujuan yang sedang kamu persiapkan di 50 tahun awal hidup mu, kemudian melihat hasilnya di hari tua. Hidup juga tentang cara menikmati hari ini, tentang cara memainkan musik dan meraih hari. Kita manusia seperti piano, alat musik. Kita tidak mengerjakan piano karena pianonya sudah ada. Dan jujur saja, kita tidak punya kemampuan untuk membuat piano. Tapi kita bisa memainkan piano, musti malah. Satu komposisi lagu bukan berarti akhir dari sebuah karir piano. Tapi komposisi satu meloncat ke komposisi yang lain. Carpe Diem, menekankan bahwa hari itu tidak lebih adalah satu komposisi, satu kertas coretan nada yang harus dimainkan. Tidak ada tujuan piano 10 tahun kedepan, yang dia tahu, dia akan mengeluarkan nada yang ditekan seperti yang diinginkan si pemainnya saat itu juga. Keating ingin siswa di Welton, tidak menghabiskan hidupnya  di asrama dengan kejenuhan dan membunuh kreativitas mereka, menunggu dinyatakan lulus tiga tahun kemudian. 

  Keating menunjukkan bahwa tempat yang sama dapat terlihat berbeda dengan cara sederhana: lihatlah ruang kelas mu yang monoton itu dari atas meja, dan kamu akan melihat sisi baru dari ruangan. Apakah duduk diatas meja melawan aturan sekolah? ya, tapi apakah kamu juga mendapatkan hal baru yang sebelumnya belum pernah terpikirkan? itu juga ya. Kita perlu untuk menimbang aturan dan mengimprovisasinya untuk mendapatkan hal baru. Sudut pandang baru.


   Merobek Halaman Pertama
   John Keating ingin menghilangkan pemahaman terbatas mengenai sebuah puisi. Seorang siswa membaca pengantar buku tentang puisi, yang menyebutkan bagaimana mengukur kualitas sebuah puisi, yang dapat diukur dan diberi skala: dengan melihat seberapa banyak pembacanya, proses ini sudah umum dalam literatur klasik waktu itu. Keating, sebaliknya menyuruh muridnya merobek halaman pengantara puisi di buku tersebut. Seluruh film ini juga adalah proses penyadaran, dimana para murid (dan juga pemirsa) melihat bahwa otoritas lembaga (seperti sekolah) dapat dan selalu berupaya menjadi pengarah, tapi hanya diri kita sendiri yang dapat mengetahui siapa diri kita.

  Halaman pertama yang dirobek bukan saja hanay buku puisi di film itu, cakupannya lebih luas lagi: kurikulum sekolah, aturan pekerjaan, tata cara dalam masyakarat dan panduan apapun, yang awalnya dianggap sebagai pandangan, justru dapat membunuh cara pandang dari sisi lain. Pemikiran ini memiliki dua sisi: baik dan buruk. Baiknya, kita sudah tahu best practice sistem berjalan, tinggal ikuti saja. Buruknya, hal ini bisa saja menutup sudut pandang lain yang dianggap tabu. Misalnya pada buku ini, puisi bagus itu dilihat dari jumlah pembacanya. Mungkin penulis buku itu dulu sudah melihat melalui pengamatan dan pengumpulan data bahwa memang benar cara itulah cara terbaik menilai sebuah puisi, namun jika hanya berpatokan pada hal tersebut dan mentah-mentah diikuti siswa maka mereka akan menganggap cari itu benar dan cara lainnya salah. Ini yang tidak diinginkan oleh Keating.  Kita butuh sudut pandang lain, persinggungan berbagai disiplin ilmu untuk melihat sebuah masalah atau menilai apapun, termasuk puisi.

  Hal lain yang sedang diajarkan Keating, adalah tentang kebajikan dari dalam diri. Kebajikan, kata yang ingin di bangkitkan kembali oleh Barry Schwartz, dimana di abad 21 ini kata itu semakin tidak populer. Pak Keating mengajarkan siswa untuk berani mengejar impian, mengutarakan pendapat dan melihat kehidupan dari sudut pandang yang berbeda. Aturan lambat laun telah menggantikan kreatifitas dengan keseragaman. Aturan perlahan menutup nurani untuk menilai sesuatu. Aturan pada dasarnya adalah deskripsi yang dangkal dan cukup buram untuk dijadikan penilaian. Kita tahu permasalahan yang sesungguhnya terjadi ditengah-tengah kita memiliki banyak faktor yang tidak dideskripsikan dengan jelas didalam aturan. Tapi kita telah memaksakan aturan untuk melihat point-point besarnya saja dan memisahkan detail lain yang justru menghilangkan campur tangan nurani. Misalnya saja, kasus pencurian singkong untuk kebutuhan makan yang berujung penjara. Apakah hakim sudah memakai aturan ? ya sudah dan mereka tidak dapat disalahkan untuk itu. Tapi apakah mereka menggunakan nurani? saya tidak tahu persis. Tapi inilah yang tidak tercatat resmi didalam aturan mereka, mereka butuh fakta, bukan sentimen. Namun justru itu yang malah menghilangkan nurani mereka melihat kasus ini dari kaca mata masalah sosial. Kemiskinan. Dan inilah yang disadari Jerman, para tahanan yang ingin melarikan diri tidak dihukum karena adalah naluri manusia untuk bebas. 


   Kepala Sekolah dan Guru Welton Academi
 Mereka adalah penanggungjawab semboyan Kehormatan, Disiplin dan Kecerdasan dari sekolah terpandang itu. Pendidikan disana sangat keras dan kaku. Tidak jarang upaya tersebut menyebabkan proses belajar di kelas menjadi monoton dan membosankan, seperti menghafal apa yang diajarkan oleh guru maupun yang tertulis di buku. Pengungkapan diri lewat seni dan proses belajar dengan puisi dianggap tabu dilingkungan sekolah Welton. Itu tidak ada dalam daftar kriteria lulusan mereka, karena seni tidak akan membawa mu kemana-mana. Yang kamu butuhkan hanya ilmu pasti saja.
   Pengembangan proses belajar yang lebih menarik dan keluar dari jalur ortodoks, bukanlah pilihan. Tidak ada di kamus mereka bahwa jalan untuk mendapat ilmu bisa didapat dari berbagai cara. Mereka mempercayakan semua pada tradisi, pada landasan yang sudah ditetapkan dari awal. Karena mereka yakin betul, tradisi dan nilai ini telah menyelamatkan sekolah mereka hingga bisa bertahan sampai sekarang bahkan disegani. Memahami dan menerapkan cara lain terlalu beresiko dan tidak ada jaminan dan gambaran kemana sekolah ini dalam 20 atau 30 tahun kedepan, sedangkan cara lama telah teruji ratusan tahun. Mereka berusaha mengabaikan perubahan diluar dinding sekolah mereka. Mereka meliha keluar, mereka belajar apa yang berubah diluar, tapi di dalam sekolah mereka mempertahankan cara-cara lama. 
  Tapi kalau boleh jujur, tidak melulu bahwa mempertahankan cara-cara lama adalah bukti kekolotan cara pikir kepala sekolah dan guru guru di Welton Academy. Mereka mungkin sudah sadar cara lama ini sudah tak relevan lagi. Alasan lain yang bisa di terima adalah, mereka sebenarnya sedang menghindar untuk menerima konsekuensi, mereka meletakkan semua tanggung jawab dan resiko diatas aturan sekolah yang berumur ratusan tahun itu. Mereka tidak mau mengambil resiko atas nama baik mereka, nama baik sekolah dan masa depan anak didik mereka hanya untuk mencoba cara baru. Cara yang belum membuktikan hasil atau cara yang dinilai tidak akan membawa mereka jauh lebih baik dari cara-cara yang sudah ada. Yang mereka tidak sadari adalah mereka sedang membentuk nilai apatis dan individualis bagi siswa disana. Mereka memperkenalkan bahwa tidak ada jalan lain. Cara inilah dan hanya ini yang akan mereka bawa nantinya menjadi bekal hidup. Mereka akan sulit menerima perubahan, sulit untuk bergabung dengan lingkungan sosial. Mereka kompetitif, tetapi sebatas pada diri mereka. Mereka sulit kompetitif secara kelompok, mereka cenderung meminimalisasi resiko dengan meletakkan semuanya pada aturan.
    Jika sesuatu dimasa depan berubah dan keluaran dari Welton tidak lagi menjawab kebutuhan atau muncul keluhan, karena sulit beradaptasi. Kepala sekolah dan guru punya dasar yang kokoh untuk disalahkan, dan itu bukan mereka. "Aturannya sudah seperti itu dari dulu! Proses belajar seperti ini sudah sangan sesuai dan berjalan selama ratusan tanpa ada masalah". Mereka lolos dari tanggung jawab. 

   Tujuh siswa
  Film ini menjelaskan bahwa ketertarikan dan siapa diri kita sama sekali tidak ada hubungannya dengan apa yang kita pelajari selama itu tidak memunculkan ide tentang siapa diri kita. Ketujuh tokoh dan siswa lainnya adalah korban yang sama: korban mengalah pada perintah orang tua dan melupakan dirinya sendiri.
  Mereka belajar tentang berimprovisasi dengan aturan untuk menemukan jati diri mereka, siapa mereka lewat pusi. Mereka tahu bahwa berimprovisasi dengan aturan akan jauh lebih menyenangkan. Mereka keluar dari asrama, melanggar aturan untuk improvisasi, mereka menemukan nilai dari belajar puisi didalam gua kecil didekat sekolah dengan bantuan lilin. Keating mengajari mereka bahwa belajar pada esensinya cara memilikirkan diri sendiri. Memikirkan apa yang sebenarnya kita inginkan.Tetapi pemikiran bebas seperti ini juga telah membawa pada kesalahan fatal. Film Into The Wild menjadi contoh baik untuk menjelaskan bahwa passion-mu bisa jadi pembunuhmu. Keating tidak sedang mengajarkan tentang cara menemukan jati diri "semau gue". Kita tidak diharapkan keluar aturan baku yang baik yang sudah ditetapkan. Tetapi jangan kaku.
   Di era industrialisasi ini, Ken Robinson mengatakan bahwa telah ada inflasi pendidikan. Bahwa untuk mendapatkan pekerjaan, tingkat kebutuhan pendidikan meningkat pula. Menemukan jati diri, bisa alternatif lain selain gelar. Menemukan passion yang membangun dan bukan membunuh adalah masa depan pendidikan. Gelar seketika bukan lagi menjadi keharusan utama untuk bekerja. Dan sejujurnya kelah jika ada sequel film ini, ketujuh siswa inilah yang akan menjawab kebutuhan manusia masa depan menurut Ken Robinson. Manusia yang memiliki sudut pandang luas terhadap passion yang dikerjakannya untuk menhidupi dirinya dan menghidupi ilmu itu sendiri. Passion dan besarnya potensi diri sendiri, telah menambah energi mereka untuk mengerjakan tugas tambahan mereka: membaca puisi pada malam hari dipinggiran gunung bukit sebelah sekolah.

   Harapan para orang tua
   Tidak ada yang salah dengan cita - cita orang tua mereka. Mereka ingin anak yang mereka rawat dari kecil di masa depan memiliki kesuksesan. Itu saja. Mereka telah belajar dari masa lalu, tentang pegangan yang dulunya mereka miliki sebagi kunci utama meraih masa sekarang, dan impian mereka belum sempat mereka miliki, dicurahkan dan dipaksakan pada anak mereka.  Keinginan terselubung ego dan ketidakpahaman. Ego mereka bahwa satu-satunya kesuksesan adalah lewat cara yang sudah mereka tentukan dan ketidakpahaman bahwa minat anak adalah hal besar yang menentukan masa depan. Mereka memaksakan otoritas diatas keunikan setiap orang, cara didikan yang dulu mereka dapatkan turun temurun. Sebenarnya mereka sama saja dengan prinsip yang di pegang oleh Welton. 

   Mereka sebagai orang tua berusaha agar anaknya berada dijalur yang sudah dari dulu ditentukan, mereka menjadi apatis, tertutup untuk kemungkinan lain, karena apa yang dulu mereka terima toh juga telah membuat mereka sebagai orang tua berada diposisi sekarang. Mereka takut membiarkan hal yang tidak jelas arahnya, mempengaruhi pikiran anak mereka. Tidak jelas, karena belum tahu, ataupun tahu tapi tak ada jaminan, tak ada visi jelas bagi mereka soal cara baru ini. Mereka pikir membaca puisi, adalah hal remeh, itu bisa jadi cara ke sekian dalam urutan mencari jati diri. Kehormatan keluarga, Disipilin diri dan kercedasan tidak bisa dinomorduakan. Tapi caranya harus persis seperti yang orang tua mau, seperti baja rel kereta api, memaksakan "kreatifitas yang dibatasi" pada track yang mereka anggap benar. Orang tua selalu membela dengan beralasan, tidak ada jalan kerikil disana, hanya usahamu sebagai anak memacu diri untuk fokus pada stasiun terakhir: masa depan yang baik. Inilah yang setiap orang tua inginkan dan berusaha agar anaknya sekolah ditempat sebaik mungkin dan saat itu Welton adalah salah satunya. Tapi pertanyaan mendasarnya bagaimana jika anaknya itu bukan gerbong kereta seperti yang mereka bayangkan? bagaimana jika anak mereka bukannya butuh rel baja yang kaku, tapi aspal hitam mulus untuk meliuk-liuk, atau butuh tanah dan batu kerikil karena tapak ban mereka lebih cocok untuk jalan setapak?


   Puncak Konflik: Neil Bunuh Diri
   Inilah yang membuat film ini menjadi nyata, jujur adanya. Keluar dari kebiasaan film yang biasanya happy ending. Entah itu perubahan kearah yang benar atau tidak, akan ada selalu konflik. Dan jika tidak disadari dari awal, harga yang harus dibayar biasanya mahal. Inilah yang ingin ditekankan oleh film ini, bahwa pertarungan nilai didalam diri biasanya besar harga yang sedang dipertahuhkan. Dan jika orang sekitar tidak peka karena tembok ego  kokoh, maka bisa jadi penolakan diri adalah resiko dan kematian adalah ganjaran yang sudah menunggu diujung jalan.
  Karena tipikal seorang ayah yang keras dan otoriter maka istilah demokrasi, menentang, atau bahkan mempertanyakan tidak ada dalam keluarga Neil.   Ayahnya menentang keinginan anaknya tersebut dengan keras. Ia sudah membayar mahal sekolah Neil agar menjadi orang yang sukses dalam kehidupan, bukannya menjadi aktor yang tidak menjanjikan apa-apa, setidaknya menurut ayah Neil. Pikiran Neil sudah buntu saat ayahnya menentang keras dan tidak mau kompromi. "Ia merencanakan hidupku tapi tak pernah menanyakan apa yang aku inginkan". Kemudian bunuh diri. Keating di keluarkan dari sekolah.

Jika kita sadari kita bisa berada disetiap posisi atau meresakan tekanan dari posisi lain. Kita bisa saja sekarang menjadi, Keating orang yang kreatif yang menemukan arti hidupnya itu. Bisa saja menjadi penanggung jawab organisasi (kepala sekolah atau guru) yang pokoknya diluar aturan adalah salah. Bisa saja menjadi satu diantar tujuh teman yang sedang bersama mencari jati diri. Atau jadi orang tua yang merasa memiliki hak penuh atas nasib anaknya. 

  Ini adalah gambaran nyata yang banyak terjadi. Tidak ada si-baik atau si-benar dan si-buruk atau si-salah. Keating benar karena membantu anak didiknya keluar dari lingkaran yang membosankan dan menemukan jati dirinya tapi salah karena tidak memperhatikan ada pertarungan besar dalam diri Neil, ada harga yang begitu mahal yang sedang dipertaruhkan Neil. Ketujuh anak itu benar karena memiliki hasrat untuk menemukan makna hidup dan menerapkan carpe diem untuk menemukan cinta dan hasrat pribadi, tapi salah kurang paham mengkomunikasikan perubahan nilai dalam diri mereka ke orang - orang di sekitar mereka. Kepala sekolah dan guru Welton benar karena menerapkan nilai baik yang menjadi tradisi tetapi salah karena tertutup dengan perubahan. Orang tua siswa khususnya Neil benar karena menginginkan yang terbaik bagi anak mereka namun salah karena mereka memaksakan kehendak. 


"We don't read and write poetry because it's cute. We read and write poetry because we are members of the human race. And the human race is filled with passion. So medicine, law, business, engineering... these are noble pursuits and necessary to sustain life. But poetry, beauty, romance, love... these are what we stay alive for.

-------------------------------------------------------------------
"These are what we stay alive for: poetry, beauty, romance, love", dan berikut salah satu puisi dari teman dekat di IG: 

@bojakliar (Samuel Sibarani)
------------------------------------------------

Lautan titik lampu
bingar yang kacau
pengap gatal hawa karbon
damai hanya mitos

Baru saja kau tenggak segelas kopi
dan berselancar dalam isu terkini
lalu kewajiban menyergap memukul tengkorakmu!

Kau tampak nikmati semua lewat citra digital palsu
padahal gelisahmu meledak mengawali minggu

Larilah
pulang

Ada surga yang tidak benar-benar surga
tidak untukmu
dan aku juga


Ayo

***

Minggu, 28 Agustus 2016

Why The Joker is the best opponent for The Dark Knight (Batman)

 

Ada banyak villians(penjahat) psikopat pada film super hero, baik yang rumit atau yang plot twist dalam membuat kekacauan. Tetapi dari sekian banyak itu, ada yang spesial dengan Joker, khususnya dalam film Batman: The Dark Knight. Karena perlu dipahami, menempatkan karakter Joker pada sebuah film tidak serta merta membuat film tersebut bagus. Heath Ledger is exceptionally good in leading his character.

  Berikut saduran dari chanel youtube: Lesson from Screenplay (The Dark Knight — Creating the Ultimate Antagonist)
   
   Ketika tokoh antagonis membentuk hero.
  Tokoh protagonis(hero) dan ceritanya menjadi lebih menarik dan membawa emosi penonton ketika kekuatan peran antagonis besar. Peran antagonis harus kuat(powerful). Semakin sulit perjuangan hero semakin menarik ceritanya. Tapi itu agaknya samar, apa maksud dari 'antagonis yang kuat'?
  Antagonis yang kuat adalah peran  yang memiliki memampuan sangat bagus untuk memunculkan kelemahan terbesar seorang hero dan Joker punya kekuatan itu. Batman adalah hero yang mengalahkan musuhnya dengan 'mengintimidasi'. Batman menggunakan kekuatan dan teknologi untuk mengalahkan musuhnya dan joker punya cara untuk mengubah kekuatan tersebut menjadi kelemahan. Seperti ketika Joker menangkap Rachel dan Harvey Dent. Joker mengubah kekuatan batman menjadi kelemahannya. 

   Joker tidak takut mati dan sebenarnya dia ingin Batman melakukannya, tapi itu tidak terjadi karena aturan pertama moral Batman adalah tidak membunuh orang dan itu yang dimanfaatkan Joker. Joker semakin banyak membuat kekacauan dan menimbulkan korban untuk mewujudkan niatannya. Joker menyadari bahwa nilai moral yang dibawakan Batman adalah kelemahan. Karena hal yang bisa membuat Joker berhenti adalah membunuhnya, sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh Batman, tapi bisa saja oleh Harvey Dent. Oleh karena itu didalam adegan rumah sakit, saat Joker memberikan senjata pada Harvey Dent untuk membunuhnya, Joker sebenarnya tidak memberikan kesempatan atau pilihan, dia mengeluarkan sifat asli Harvey dengan menekannya. Joker sebenarnya memegang pelatuknya (tidak akan mungkin tertembak). Dia tahu Harvey Dent tidak punya aturan moral untuk tidak membunuh orang sama seperti Batman.

   Tapi tujuan joker bukan hanya untuk melawan batman, tapi ingin menunjukkan jati dirinya Joker di Gotham. Chaos. Tujuan lainnya, Joker ingin menunjukkan bahwa setiap orang akan muncul sifat aslinya ketika dipaksa untuk memilih di situasi tertekan. Joker paham satu hal dengan sangat baik. Karakter sebenarnya seseorang terungkap ketika dihadapkan pada pilihan dibawah tekanan. Semakin besar tekanan semakin besar ilham yang didapat dan semakin kelihatan karakter moral seseorang. Itu yang terjadi dengan Harvey Dent, Joker membuktikan idenya kepada Batman. Sifat asli Harvey Dent kelihatan, dia punya ego besar. 

  Joker juga sangat pandai menekan Batman, dengan berbagai konflik dan banyaknya korban, memaksa penduduk gotham untuk  membenci Batman. Kekacauan yang dimunculkan Joker dibuat seolah-olah itu adalah akibat Batman,  hingga Batman tidak sanggup lagi menahannya. Joker memaksa Batman untuk menjawab pertanyaan: siapa dan apa yang dia pedulikan ketika Batman sedang tertekan? Batman dipaksa untuk menghadapi 'the true his self'. Gotham atau egonya sendiri. Rachel atau Harvey Dent.

  Joker adalah lawan yang sepadan dengan Batman
  Bagaimana caranya untuk tahu bahwa seorang hero cocok untuk penjahat tertentu. Jika dipikir, Joker cocok untuk Batman, tapi tidak untuk Star Wars atau Superman. Hal ini karena kecocokan lawan konflik memiliki satu kunci: bersaing untuk tujuan yang sama antara protagonis dan antagonis. Mereka harus saling berkonflik secara langsung sepanjang film.  Batman dan Joker punya kesaman mereka ingin sesuatu di Gotham. Batman ingin harapan dimana kota tanpa kekerasan untuk hukum dan perintah dan joker ingin kekacauan dan merusakan tatanan hidup penduduk. Mereka sedang membangun ide mereka masing-masing. 

  Batman sebenarnya tidak berlomba mengalahkan waktu untuk menghentikan alat penghancur penjahat.(seperti pada kebanyakan film superhero: menyelamatkan umat manusia). Contohnya, Ketika ada bom di kapal, Batman dan Joker tidak berlomba untuk menyelamankan penumpang. Mereka berlomba untuk menenangkan jiwa Gotham, apa yang mereka ingin wujudkan di Gotham. Taruhannya bersifat pribadi. itu saja.

   Apa fungsi utama joker?

  Alfred ingin mengingatkan batman bahwa tidak semua penjahat itu memilik alasan logis untuk sesuatu misalnya uang. Mereka ini tidak dapat dibeli, diintimidasi atau bernegosiasi. "Some men just want to watch the world burn". Itulah yang akhirnya dipelajari oleh Batman dari Joker. Batman  berpikir bisa menghentikan Joker karena ada alasan dibaliknya, seperti uang. Tapi dengan bertemu Joker Batman menjadi lebih bijak. Dia akhirnya sadar bahwa dia punya batas. Dia bukan hero. 

You either die a hero, or you live long enough to see you become the villain. I can do those things because i am not a hero. I'm whatever Gotham needs me to be.

   Batman menjadi the Dark Knight karena Joker. Dan akhirnya, Joker menjadi penjahat yang hebat bukan karena ketawanya yang khas, atau tindakannya yang tak terduga. Dia hebat karena dia memiliki pengaruh yang mendalam di cerita dan bagi tokoh protagonis. Dia mengungkapan porsi Batman dalam sebuah niatan untuk kota Gotham.
***

Sabtu, 30 Juli 2016

[Review Buku] Manusia Indonesia - Mochtar Lubis 1977

Manusia Indonesia (Sebuah Pertanggungjawaban) 
Ceramah pada tanggal 6 April 1977
di Taman Ismail Marzuki - Indonesia

    Buku yang diterbitkan dari naskah lengkap pidato kebudayaan Mochtar Lubis pada tahun 1977  ini banyak mendapatkan perhatian. Bagaimana tidak? pidato yang sudah berumur 40 tahun ini masih dibedah sampai sekarang, bahkan sudah memasuki cetakan ke-5. Banyak yang pro dan kontra terhadap terbitnya buku ini. Secara umum saya membaginya menjadi tiga. Pertama, mereka yang kontra karena menganggap tulisan ini tidak berdasar? manusia Indonesia mana yang dimaksudkan? apakah dia sudah menganalisis setiap orang di Indonesia? yang mengarah pada pembuktian, dasar ilmiah dan fakta empiris isi ceramah ini. Kedua, mereka yang kontra karena buku ini menyudutkan dan tidak benar. Dari 6 sifat yang dibahas hanya satu yang positif, mereka percaya masyarakat Indonesia tidak seperti itu. Ketiga adalah mereka yang menerima dan menyadari sifat-sifat tersebut dan menilai ini adalah pemikiran kristis dari seorang jurnalis kenamaan di zamannya.

  Jakob Oetama, dalam kata pengantarnya, menengahi pro dan kontra dengan meletakkan isi buku ini pada tempat yang seharusnya. Dia mengatakan yang dimaksudkan adalah manusia Indonesia yang di stereotipkan (pictures in our head). Stereotip tidaklah seluruhnya benar atau seluruhnya salah. Stereotip muncul karena pengalaman, observasi, prasangka dan generalisasi. Buku bermanfaat sebagai pangkal tolak serta bahan pemikiran dan penilaian kritis untuk membangun kembali manusia Indonesia, menjembatani jurang yang menganga antara manusia ideal kita dengan manusia Indonesia. Maka aktual dan relevanlah buku ini untuk masuk dalam ruang diskusi. 

  Kalimat pertama buku ini, sudah cukup menohok, "Wajah lama sudah tak karuan di kaca, sedang wajah baru belum jua jelas". Sifat buruk manusia Indonesia semakin terlihat disetiap sisi keseharian, kita sadar itu, karena kita melihatnya dari kaca pengalaman, tapi kita biarkan. Dan keinginan untuk manusia Indonesia yang baik belum juga menampakkan wujudnya. Kita, manusia Indonesia, tidak berdaya pada pilihan. Kita terima semua dan hidup berdampingan. Misal, kita menerima agama, tetapi masih percaya tahayul. Kita menerima demokrasi, tapi masih menjalankan kebiasan feodal. Kita belajar mengatakan tidak dengan cara lain, hingga kata 'tidak' itu ditutupi dan diberi topeng, hingga tidak dapat lagi dikenali.

   Keenam sifat manusia Indonesia dalam buku ini, adalah:
  1. Munafik atau hipokrit seperti semboyan Asal Bapak Senang.
  2. Enggan mengambil tanggung jawab
  3. Bersikap dan berperilaku Feodal
  4. Percaya Takhyul
  5. Artistik
  6. Lemah watak dan karakter.
   Sebenarnya, ada beberapa sifat lainnya yang disebutkan dibuku ini, namun yang enam diatas yang menjadi perhatian utama penulis.

  Ada yang menggilitik dari buku ini, yang sering terjadi di media sosial saat ini. "Falsafah yang berlaku saat ini adalah falsafah 'kebeneran'. Meski saudara benar, tetapi tidak lagi kebeneran yang saudara salah. Dan berlaku sebaliknya".Kalimat tersebut secara tidak langsung dapat kita lihat di media sosial saat ini. Ketika banyak isu suku atau agama muncul di media sosial dan beberapa akun mengupas isu tersebut dengan pisau dalil konstitusi, agama dan adat -yang seringkali mereka campuradukkan- banyak yang benar tetapi salah karena tidak kebeneran dan yang salah sering dianggap benar walaupun salah karna lagi kebeneran. 

   Reformasi sudah berumur belasan tahun saat ini, namun entah mengapa sosok manusia Indonesia seperti dilukiskan di atas lebih kuat lagi aktualitas dan relevansinya. Beberapa penyebabnya ialah pendidikan, sistem, dan struktur politik yang ikut mengentalkan sifat-sifat negatif tersebut. Namun kita harus yakin dan percaya, bangsa Indonesia bukan bangsa Paria. Kita berbudaya, kita punya tata krama. Kita ingin maju dan sedang maju. 

"Saya mengusulkan... Ah, apa yang hendak saya usulkan??? Saya usulkan kita di Indonesia bersikap lebih manusia terhadap sesama manusia kita." - Mochtar Lubis

"Saya memberikan lukisan yang suram, tetapi saya tidak melihat hari depan manusia Indonesia dengan mata yang suram" - Mochtar Lubis

Senin, 11 Juli 2016

[Review Film] Amazing Grace - 2006


  "Perjuangan selama 20 tahun untuk sebuah idealisme: penghapusan perbudakan."
  Film ini adalah gambaran nyata perjuangan politik, pertobatan dan idealisme yang digabung menjadi satu. Dibangun dari dua kisah berbeda namun saling berkaitan, film ini mengenalkan kepada seorang yang bernama William Wilberforce (1759-1833) anggota majelis rendah kerajaan Inggris dan John Newton (penulis Amazing Grace) mantan kapten kapal budak selama bertahun-tahun dan ia mengalami pertobatan dramatis lewat badai. 

"Although my memory's fading, I remember two things very clearly. 
I'm a great sinner and Christ is a great Savior."-John Newton

   Pertemuannya Wilberforce dan John Newton dimulai ketika dia keluar dari politik dan belajar teologia dengan fokus mengkritisi keadaan para pekerja di Inggris waktu itu. John Newton yang sudah buta dan pendeta pada sebuah gereja, menjadi mentornya dengan tekad yang sama yaitu untuk menghapuskan perbudakan. Pendeta Newton mendorong Wilberforce untuk berkiprah kembali dan melanjutkan misinya dalam politik untuk Allah, bukan untuk meninggalkan politik bagi Allah. 

  John Newton dalam film ini digambarkan merupakan pahlawan iman yang indah. John Newton selama bertahun-tahun setelah pertobatan dari keterlibatan dalam perbudakan, disiksa dengan rasa bersalah "darah masih di tangan saya." karena dia membawa budak dari tanah Afrika dan dijual ke Inggris. Sekarang setelah secara fisik buta, dia menyatakan, "Saya pernah buta, tetapi sekarang saya melihat," karena ia akhirnya menerima pengampunan Allah atas dosa-dosa perdagangan budak. Di masa tuanya John Newton menyatakan: "Aku berdosa besar dan Kristus adalah Juruselamat yang besar." 

  Penghapusan perbudakan bukanlah hal yang mudah saat itu. Inggris secara sadar melihat bahwa ekonomi dan politik dipengaruhi oleh perbudakan. Dari sisi ekonomi, para budak adalah sumber penghasilan mereka lewat perkebunan dan penambangan dan kekuatan ekonomi inilah yang memperkuat pengaruh politik Inggris terhadap lawan-lawan negaranya. Jadi saat itu budak adalah penting untuk kekuatan negara.   

   Wilberforce yang didukung oleh para simpatisan, terus berkampanye untuk mengakhiri perdagangan manusia dimana kapal-kapal Inggris membawa budak kulit hitam dari Afrika, dalam kondisi buruk, ke Hindia Barat sebagai barang yang akan dibeli dan dijual.  Dia, bersama temen temannya, mengusung RUU Anti Perbudakan yang terus disuarakan dengan berbagai cara kampanye dan diplomasi “perlementarian”. Dia tetap teguh dengan keyakinan dan idealismenya tanpa harus mengandalkan berbagai cara anarkhis dan kekerasan. John Newton merupakan salah satu pendorong utama semua gerakan William. Dia membuat pernyataan yang berani: "Ini adalah siapa saya, dan ini adalah apa yang saya perjuangkan." Bahkan dalam satu adegan ditampilkan William menyanyikan bait-bait tulisan John Newton lewat lagu “Amazing Grace” di depan para bangsawan dan anggota parlemen Inggris saat itu. Saat mengajukan Rancangan Undang-undang anti perbudakan dalam parlemen Inggris, dia mendapat kecaman, tantangan keras, cemoohan bahkan cacian dari berbagai pihak. Perjuangan panjang Wilberforce diwarnai dengan kondisi fisik yang tidak sehat, tetapi semangatnya tidak memudar.

  Dalam satu adegan dikisahkan Wilberforce sempat mengajukan pertanyaan kepada Tuhan tentang masa depannya berkenaan dengan kesehatannya yang terus menurun, namun demikian Wilberforce mengambil keputusan untuk terus berjuang melawan kebijakan negaranya yang ingin tetap melanggengkan perbudakan. Setelah 20 tahun akhirnya, Undang Undang Penghapusan Perbudakan disahkan parlemen dengan ’dititipkan’ pada Undang Undang Anti Perancis dan mulailah babak baru kemanusiaan di Inggris.

   Dan terakhir, yang melengkapi kekaguman pada cerita film ini adalah perkataan(pujian) yang disampaikan lawan politik Wilberforce: 

"When people speak of great men, they think of men like Napoleon - men of violence. 
Rarely do they think of peaceful men. 
But contrast the reception they will receive when they return home from their battles. 
Napoleon will arrive in pomp and in power, 
a man who's achieved the very summit of earthly ambition. 
And yet his dreams will be haunted by the oppressions of war. 
William Wilberforce, however, will return to his family, 
lay his head on his pillow and remember: the slave trade is no more."-Lord Charles Fox:

catatan:
Film ini diangkat untuk memperingati 200 tahun undang undang anti perbudakan di Inggris (1807-2006) dan perhatian kita tentang banyaknya anak dibawah umur saat ini yang dipekerjakan secara paksa diseluruh dunia.

Jumat, 08 Juli 2016

Why We Work - disadur dari TED Talk Barry Schwartz

    Prof Barry Schwartz adalah pemerhati kaitan antara psikologi dan ekonomi. Pada TED Talk september 2015, dia mengangkat topik yang menurut saya menarik: kenapa kita bekerja?. Tulisan dibawah adalah hasil saduran dari video podcast TED Talk Prof Barry dan beberapa informasi lain dari bukunya Why We Work.

    Kenapa kita bekerja?
  Kebanyakan jawabannya adalah untuk mendapatkan uang(dibayar).  Tetapi kenapa ketika kita bertanya alasan bekerja pada orang yang puas dengan pekerjaannya, uang hampir tidak pernah muncul pada urutan pertama. Ada begitu banyak alasan menarik yang pertama muncul jika ditanyakan pada mereka yang antusias dengan pekerjaannya. Dan kesimpulannya akan bermuara pada "apa yang mereka kerjakan itu berarti". Kita tahu imbalan material bukan alasan yang bagus untuk melakukan pekerjaan kita. 

   Tetapi kenapa kebanyakan orang ini mau melakukan pekerjaan yang tidak punya karakteristik. Kenapa kita melakukan pekerjaan yang monoton tanpa arti dan mematikan jiwa? Kenapa begitu kapitalisme berkembang, menciptakan moda produksi untuk barang dan jasa, justru kepuasan non-material yang mungkin muncul dari pekerjaan menjadi hilang?. Pekerjaan seperti dipabrik, penggilingan, atau gudang, hampir tidak alasan lain untuk melakukan pekerjaan mereka, selain untuk uang. Kenapa?

   Jawabannya adalah 'teknologi ide'. Kita tahu, selain menciptakan sesuatu yang baru, ilmu pengetahuan juga menciptakan ide. Ide(pemahaman) yang dibuat adalah cara untuk memahami diri kita sendiri yang memiliki pengaruh besar terhadap cara pikir kita, cita-cita kita dan cara kita bertindak. Misalnya,jika anda berpikir kemisikinan adalah kehendak Tuhan, maka anda berdoa. Jika anda berpikir kemiskinan adalah hasil dari kesalahan anda, anda tenggelaman dalam keputusasaan. dan jika anda pikir kemiskinan adalah hasil dari penindasan dan dominasi maka anda bangkit untuk berontak. Apapun respon kita, itu tergantung dari bagaimana kita memahami sumber dari kemiskinan itu. Inilah peran ide dalam membentuk kita menjadi manusia. Oleh karena itu teknologi ide adalah teknologi paling penting yang diberikan ilmu pengetahun kepada kita.

    Menariknya ada hal yang penting pada teknologi ide. Ide atau pemikiran buruk tentang umat manusia tidak akan hilang jika orang percaya ide itu benar. Jika manusia percaya itu benar, maka mereka membangun hidup yang konsisten dengan pemikiran yang salah itu. Dan begitulah revolusi industri menciptakan sebuah sistem pabrik yang tidak memungkingkan anda untuk keluar dari rutinitas kerja anda, kecuali untuk memperolah bayaran. Karena bapak revolusi industri, Adam Smith yakin bahwa pada dasarnya manusia adalah mahluk pemalas dan tidak melakukan apapun kecuali anda membuat mereka bekerja dan caranya adalah dengan memberi insentif/upah. Itulah satu-satunya alasan seseorang melakukan sesuatu. Jadi kita membuat sistem pabrik atas pandangan salah tentang manusia. Namun setelah sistem produksi tersebut dibuat, orang-orang tidak mempunyai pilihan lain untuk bekerja, kecuali dengan cara yang konsisten dengan pemikiran Adam Smith. Inilah contoh bagaimana ide yang salah dapat menciptakan keadaan yang pada akhirnya mendorong ide itu menjadi benar. Tidak benar, bahwa anda "tidak bisa lagi menemukan pekerja yang bagus". Tapi bisa saja anda "tidak bisa lagi menemukan pekerja yang bagus" apabila anda memberikan orang pekerjaan yang merendakan dan tidak berjiwa. Perusahaan menciptakan orang yang sesuai dengan kebutuhan perusahaannya dan menghilangkan kesempatan mereka untuk memperolah kepuasan dari pekerjaan mereka. 

     Teori yang salah tentang sifat manusia telah memaksa lingkungan dan pekerjaan kita mengikuti ide yang salah itu secara konsisten. Kita dapat mengeluarkan teori fantastis tentang alam semesta, dan apapun teori itu alam semesta tidak akan terpengaruh oleh teori kita. Alam semesta akan tetap berjalan, walau bagaimanapun teori kita. Tapi kita harus khawatir akan teori yang kita yakini tentang sifat manusia. Karena sifat manusia akan berubah mengikuti teori kita, yaitu terori yang dibuat untuk menjelaskan dan membantu kita memahami umat manusia. Antropolog Clifford Geertz, mengatakan bahwa umat manusia adalah mahluk yang belum selesai. Maksudnya adalah sifat manusia merupakan produk dari ide masyarakat dimana manusia itu sendiri tinggal. Sifat manusia lebih banyak diciptakan dari pada ditemukan. Kita mendesign sifat manusia dengan membentuk institusi dimana orang tinggal dan bekerja. Untuk itu, kita perlu bertanya, sifat manusia seperti apa yang ingin kita ciptakan dilingkungan/institusi kita?


   
   Kapan bekerja itu menjadi baik?
   Disadur dari TED Taks Prof Barry dengan judul: Our loss of Wisdom
  Berikut adalah pekerjaan dari seorang pembersih di rumah sakit: membersihkan karpet, menyapu dan mengepel lantai; membersihkan urinal; memvacuum ruangan; membersihkan furniture; membersihkan jendela; mengosongkan bak sampah dan lainnya. Tak ada yang luar biasa dari semua pekerjaan yang tercantum disitu. Namun jika memperhatikan ada yang unik disana, tidak ada satupun tugas didalamnya yang melibatkan orang lain.
   
  Namun ketika beberapa pembersih ditanyai tentang pekerjaan mereka. Salah satunya Mike, mengatakan dia akan berhenti mengepel lantai karena Jones sedang turun dari tempat tidurnya untuk sedikit gerak badan dan mencoba menguatkan badannya dengan perlahan berjalan bolak-balik dilorong. Dan Charlene, petugas bersih lainnya, mengatakan dia tidak mengindahkan teguran atasannya dan tidak memvakum ruang tunggu pengunjung karena ada beberapa anggota keluarga yang setiap hari berada disana untuk tidur siang. Dan Luke, yang dua kali mengepel lantai kamar seorang pemuda yang sedang koma, karena ayah pemuda tersebut, yang telah menjaga anaknya selama enam bulan, tidak melihat saat luke mengepel saat pertama sekali dan dia marah.
 
   Perilaku seperti ini tidak hanya membuat orang merasa lebih baik, tetapi juga meningkatkan kualitas pelayanan pasien. Kita harus akui, tidak semua pembersih seperti ini. Tetapi pembersih yang baik berpikir bahwa hubungan antar manusia seperti ini, yang melibatkan keramahan, kepedulian dan empati, adalah bagian penting dari pekerjaan. Walaupun dalam deskripsi pekerjaan mereka tidak ada satupun yang melibatkan orang lain. Para pembersih ini memiliki kemauan moral untuk berbuat baik pada orang lain, lebih lagi mereka memiliki kecakapan untuk menentukan arti "berbuat baik". Kearifan praktis adalah kombinasi antara kemauan moral dan kecakapan moral. orang bijak tahu kapan dan bagaimana membuat pengecualian dalam aturan, tahu kapan berimprovisasi.

    Masalah di dunia nyata seringkali multi-tafsir dan sulit didefinisikan dan konteksnya selalu berubah-ubah. Orang bijak itu seperti musisi jazz, membaca nada partitur tetapi bermain dengan sekelilingnya, mengarang kombinasi yang sesuai dengan situasi dan penonton yang ada saat itu. Orang bijak tahu bagaimana memakai kecakapan moral untuk mewujudkan tujuan mulia. Untuk melayani orang lain, bukan memanfaatkan orang lain dan terakhir orang bijak itu dibuat, bukan terlahir. Kearifan bergantung pada pengalaman dan bukan sembarang pengalaman. Butuh waktu untuk mengenal orang yang anda layani. Anda perlu izin untuk berimprovisasi, mencoba hal baru, terkadang gagal dan belajar darinya. Butuh bimbingan dari guru yang bijak. Jika anda bertanya pada pembersih yang bertindak seperti cerita diatas, seberapa sulitnya mempelajari pekerjaan mereka, mereka akan bilang bahwa diperlukan banyak pengalaman. Bukan pengalaman untuk mengepel lantai atau membersihkan bak sampah. Diperlukan banyak pengalaman untuk belajar cara peduli pada orang lain.

   Kabar baiknya anda tidak perlu pandai untuk menjadi bijak, kabar buruknya tanpa kebijaksanaan, kepandaian tidak cukup. Anda bisa membuat masalah dengan dengan diri anda dan orang lain. Bagaimana kita menulis aturan yang mendorong tindakan mulia para pembersih tadi? apakah anda memberikan bonus karena telah berempati? Aturan dan prosedur bisa saja bodoh, tapi karenanya anda tak perlu berpikir. Kita semakin bergantung pada aturan. Aturan dan insentif mungkin akan memperbaiki keadaan dalam waktu singkat, tetapi juga menciptakan pusaran untuk tenggalam pada waktu lama. Kecakapan moral terkikis habis oleh ketergantungan pada aturan yang mengurangi kemampuan kita untuk berimprovisasi dan belajar dari improvisasi kita dan juga menghancurkan keinginan kita untuk melakukan hal yang benar. Dan dengan aturan dan insentif kita tengah berperang melawan kearifan.

   Sifat pendidikan juga terjadi hal yang sama. Kurikulum yang tertulis jelas, hingga langkah demi langkah sehingga semua guru mengikuti aturan dan siswa menerima hal yang sama. Kita tahu kenapa naskah kurikulum ada. Kita tidak cukup percaya pada pertimbangan guru, untuk membiarkan mereka bebas mengajar. Naskah semacam ini adalah polis asuransi untuk mengantisipasi bencana dan naskah ini memang mencegah bencana. Tetapi juga menggantikannya dengan miskinnya prestasi.  Jangan salah paham, kita butuh aturan. Musisi Jazz butuh catatan nada. Tapi kita tahu terlalu banyak aturan akan menghambat musisi jazz untuk mengasah kemampuan mereka atau mereka malah berhenti bermain musik.

   Jika kita punya satu alasan untuk melakukan sesuatu, kemudian memberikan alasan kedua untuk melakukan hal yang sama, apakah anda akan lebih bersemangat melakukannya? bukankah logis jika dua alasan lebih baik daripada satu dan anda terpacu. Terkadang tidak seperti itu, dua alasan untuk melakukan hal yang sama sepertinya bersaing dan bukannya saling mendukung dan justru memperkecil kemungkinan orang untuk melakukannya. Contohnya, di Swiss, 15 tahun yang lalu, mereka mencoba memutuskan dimana tempat membuang limbah nuklir dan kemudian dilakukan referendum nasional. Psikolog melakukan wawancara terkait isu ini dengan bertanya, bersediakah jika lingkungan anda menjadi tempat pembuangan limbah nuklir? menariknya 50 persen setuju. Mereka tahu itu berbahaya, itu akan menurunkan harga rumah mereka. Tapi limbah itu harus dibuang disuatu tempat dan mereka bertanggung jawab sebagai warga negara. Psikolog juga menanyakan kelompok lain, dengan pertanyaan, jika kami bayar anda dengan gaji 6 minggu setiap tahun apakah anda mau lingkungan anda menjadi tempat pembuangan limbah nuklir? dua alasan, itu tanggung jawab saya dan saya dibayar. Bukannya 50 persen yang setuju, hanya 25 persen yang setuju. yang terjadi adalah ketika kita diberi insentif, kita bukan bertanya lagi apa tanggung jawab saya? tetapi apa yang paling menguntungkan buat saya. Insentif tidak berpengaruh jika pemilik perusahaan tak menghiraukan kelangsungan jangka panjang perusahaan mereka karena mengejar keuntungan jangka pendek untuk menghasilkan bonus fantastis. Insentif berlebihan akan mendemoralisasi aktifitas profesional.

   Tentu ada harapan, kita harus mencoba re-moralisasi kerja. salah satu caranya adalah mengajarkan lebih banyak etika. dan contoh nyatanya : hargai contoh moral yang baik. Manusia selalu terinspirasi oleh pahlawan moral. tetapi kita belajar seiring dengan pendewasaan datang pengertian bahwa kita tak boleh mengakui bahwa kita mempunyai pahlawan moral. Tetapi akuliah, rayakanlah pahlawan moral anda. orang terbijak dan memiliki nilai yang baik akan menyerah jika mereka harus berenang melawan arus diorganisasi mereka. Karena semua pekerjaan selalu melibatkan hubungan dengan manusia lain adalah pekerjaan moral. dan setiap pekerjaan moral bergantung pada kearifan praktis. 

Selasa, 05 Juli 2016

Internet membuat kita berpikir dangkal? - disadur dari The Shallows by Nicolas Carr

"Dulu, saya seorang yang gila baca. Kini, saya hampir kehilangan kemampuan membaca dan menyerap artikel yang agak panjang di web maupun media cetak" - Scott Carp.

   Jadi sebelum memulai pembahasan ini. Pertanyaan sederhana: apakah anda masih sanggup membaca dalam waktu yang cukup lama, sejam misalnya? apakah ketika membaca artikel yang panjangnya diatas 1000 kata masih tetap sabar mengikuti atau mata dan tangan mulai tidak sabaran, ingin pindah tab; baca notif di sosial media; buka chat di hp atau melakukan yang lain? jika tidak, maka untuk tidak membuang waktu, konklusinya adalah internet secara pasti telah merubah cara berpikir kita. Internet mengajarkan cara agar bisa multitasking; tidak sabaran untuk melakukan hal lain; terbiasa dengan interupsi; dan menurukan daya serap informasi dari sebuah bacaan.Internet memang memberikan kemudahan dan kesenangan, tapi juga mengorbankan kemampuan kita dalam berpikir secara mendalam.

    Namun jika masih sanggup, berikut penjelasan detail yang saya sadur dari buku The Shallows oleh Nicholas Carr. Salah satu nominasi Pulitzer Award 2011 untuk kategori General Nonfiction: Benarkah internet mendangkalkan cara berpikir kita?

    Media adalah pesan
   Secara harafiah The Shallows menyiratkan orang-orang yang cara berpikirnya menjadi dangkal setelah terlalu dimanjakan oleh internet. Kalangan ini lalu dicirikan sebagai orang yang tak sabaran, yang tak tahan lama-lama membaca buku tebal atau artikel panjang. Yang bertele-tele dan lama sudah tak mendapat tempat lagi. Ada dua pendapat mengenai masalah ini. Pertama, mereka yang meyakini bahwa masalah diatas murni adalah kesalahan pengguna internet. Mereka percaya bahwa teknologi hanyalah alat yang tidak berdaya sampai kita menggunakannya dan lebih tidak berdaya lagi saat kita menyingkirkannya. Mengedukasi pengguna adalah solusinya. Kedua, mereka yang percaya bahwa dalam jangka panjang konten teknologi tidak lebih penting daripada teknologi itu sendiri dalam memengaruhi bagaimana kita berpikir dan bertindak. Media membentuk apa yang  kita lihat dan bagaimana kita melihanya, jika kita cukup sering menggunakannya, ia akan mengubah siapa diri kita. Kita terlalu terpana dan terpesona pada hiburan sehingga tidak memerhatikan apa yang terjadi di kepala kita. Akhirnya kita berpura-pura bahwa teknologi tidaklah penting. Pandangan kedua inilah yang menjadi perhatian penulis.
    
   Dulu begitu mudah untuk tenggelam ke dalam buku atau artikel panjang. Pikiran saya akan hanyut ke dalam seluk-beluk cerita. Tapi kini? berbeda. Saya mulai kehilangan fokus pada halaman pertama atau kedua. Saya mulai gelisah, kehilangan fokus dan mencari aktivitas lain. Entah saat online atau tidak, kini pikiran saya berharap untuk menerima informasi seperti cara internet mendistribusikannya. Cepat dan singkat. Kebanyakan orang akan mengakui bahwa dia menjadi pembaca yang tidak sabaran namun menemukan diri mereka merasa lebih cerdas dan begitu gembira karena semakin banyak koneksi informasi yang didapatkan. Disinilah masalahnya, kemampuan untuk berpikir linear(berpikir secara sistematis, terarah dan memiliki tujuan serta bernalar) dan membaca sastra menjadi menurun, karena keduanya membutuhkan proses waktu yang lama dan teks yang panjang. Padahal pemikiran linear dan sastra telah menjadi inti dari seni, ilmu, dan masyarakat. Dengan lentur dan lembut, pemikiran semacam ini telah menjadi pemikiran imajinatif pada masa Renaisans Eropa, pikiran rasional dimasa pencerahan, pikiran inventif dimasa revolusi industri dan pikiran memberontak dimasa modernisme.
    
    Teknologi intelektual
   Kedewasaan intelektual kita sebagi individu bisa dilihat dari cara kita membuat gambar. Awalnya kita menggambar dari ingatan harafiah tentang fitur tempat disekitar kita, gunung sungai dan pohon.  Kemudian kita menggambar ruang dan topologi geografis serta lebih abstrak. Kita menggambar dari apa yang kita lihat menjadi apa yang kita tahu. Begitu juga dengan jam, alat ini digunkan untuk menerjemahkan konsep artifisial terhadap waktu. Internet adalah bagian dari teknologi intelektual dimana teknologi ini digunakan untuk menopang kekuatan pikiran kita. Teknologi intelektual juga memiliki etika intelektual yaitu serangkaian asumsi bagaimana cara kerja pikiran manusia atau seharusnya pikiran bekerja terhadap teknologi itu.
 
    Kita menyadari salah satu lompatan sejarah intelektual adalah penemuan alfabet. Dimulai pada 8000 SM ketika manusia pertama sekali menggunakan simbol untuk menghitung jumlah hewan. Kemudian penemuan dan penggunaan alfabet(walaupun belum selengkap sekarang) secara luas oleh masyarakat Yunani sekitar 400SM dan mengakibatkan munculnya beragaman media untuk menulis seperti daun papirus atau kulit hewan. Pada pada perkembangananya di tahun 1440an, mesin cetak ditemukan, terjadilah ledakan pertumbuhan cetakan tulisan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sampai pada akhirnya kita masuk ke jenis media baru diakhir tahun 1800an, dimana radio kemudian televisi mengubah cara orang untuk mendapatkan informasi. Kemudian internet ditahun 1990an digunakan secara luas. 
 
   Ekosistem Teknologi Interupsi
  Internet unik dibandingkan dengan media lain. Internet bersifat dua arah. Kita dapat mengirim dan menerima informasi pada saat yang bersamaan. Namun sayangnya, internet juga bersaing untuk mendapatkan perhatian kita. Ketika kita membuka gadget, kita tercebur ke dalam "ekosistem teknologi interupsi". Interaksi, link, kemudahan pencarian dan multimedia telah membawa volume informasi pada tahap yang belum pernah terjadi sebelumnya. Oleh karena itu, apabila akses ke informasi menjadi mudah, kita cenderung menyukai bagian yang pendek, yang manis dan yang sedikit. Ketika kita online, kita memasuki sebuah lingkungan yang mendorong pembacaan sepintas, pemikiran terburu-buru dan terganggu. Internet merampas perhatian kita hanya untuk mencecerkannya. Interupsi ketika membaca informasi dapat dilihat ketika kita menemukan link pada tumpukan teks di web, pada sepertian sekian detik, kita memberikan kesempatan pada korteks prafontal(bagian depan otak yang aktif) untuk mengevaluasi apakah perlu meng-klik link tersebut atau tidak. Sifat asli dari pikiran pembaca adalah tidak merangsang indera, tenang dan menyelemai pikiran mendalam dan bukan mengaktifkan otak untuk bagian pemecaran masalah. Namun internet mengajarkan sebaliknya.

   Informasi (muatan kognitif)yang masuk ke dalam memori aktif kita , yang kita terima melebihi kemampuan pikiran kita untuk menyimpan dan memproses informasi, maka kita tidak bisa menyimpan informasi atau menarik kaitan informasi tersebut dengan memori jangka panjang. Akhirnya kita tidak mampu untuk menerjemahkan informasi baru itu kedalam skema yang ada dalam pemikiran kita. Kemampuan belajar kita menurun drastis dan pemahaman kita tetap dangkal. Kita semakin sukar untuk membedakan antara informasi yang relevan dengan yang tidak relevan, kita menjadi konsumen data yang tak punya otak. Untuk memahami bagaimana sebenarnya pengalaman membaca diinternet dapat dilakukan dengan membaca buku dan disaat yang bersamaan mengerjakan teka-teki silang.

   Interupsi hiperteks telah membawa kita pada pemahaman yang baru. Ada penemuan yang menyebutkan bahwa pemehaman kita menurun seiring meningkatknya jumlah link pada sebuah artikel. Hal ini tentu bertolakbelakang dengan jargon bahwa hiperteks akan menggiring ke arah pengalaman yang kaya akan teks, hiperteks akhirnya mengurangi kinerja membaca kita. Hiperteks dan hal lain, telah menyedot sumber daya mental kita. Ketika kita membaca dan teralihkan maka akan dibutuhkan lebih banyak energi untuk kembali melakukan reorientasi terhadap teks bacaan tersebut. Namun sayangnya, keluar dari media interupsi tersebut bukanlah pilihan yang dipertimbangkan kebanyakan kita.

   apakah kita, benar-benar membaca ketika melakukan browsing? jawabanya adalah tidak. Kita membaca artikel seperti pola huruf F. Membaca paragram pertama, kemudian paragram keduan dan melompat kebawah, tanpa mendalami tulisan tersebut. Kita tidak fokus, tidak tenang dan banyak interupsi. Peralihan konstan perhatian ktia ketika sedang online, membuat otak kita lebih gesit dan sampai pada tahap multitasking, namun semakin meningkatnya multitasking, sebenarnya menghambat kemampuan kita untuk berpikir secara mendalam dan kreatif. Kebebasan kita akan berkurang dan semakin kurang kemampuan berpikir dan menalar sebuah persoalan. Akibatnya, makin cenderung bergantung pada berbagai gagasan dan solusi konvensional daripada menantang cara berpikir original(baru). Ketika kita melakukan multitasking online, kita melatih otak untuk memperhatikan sampah dan ini terbukti berpengaruh buruk untuk kemampuan intelektual kita.

      Kemana muaranya?
     Kita menyadari bahwa pengetahuan itu ada dua macam. Kita memahami sebuah subjek dan atau kita memahami di mana tempat menemukan informasi tentang hal itu. Dan kecerdasan kita tidak lebih baik dari para pendahulu kita. Kita hanya cerdas dalam hal yang berbeda. Kita harus seperti lebah. Kita harus menyimpan informasi diruang yang berbeda tentang apapun yang kita kumpulkan dari berbagai bacaan. Kemudian, setelah setelah dengan rajin menerapkan semua sumber daya bakat asli kita, kita harus mencampur  berbagai macam sari madu yang telah kita kecap, lalu mengubahnya menjadi zat yang manis, sedemikian rupa sehingga sekalipun jelas dari mana asalnya, akan tampak jauh berbeda dengan aslinya. Kita banyak menyimpan "pengetahuan mendalam yang sedikit" didalam benak kita. Dengan adanya teknologi baru, kita harus peka tentang apa yang hilang dan apa yang kita dapatkan.  Akhirnya, mungkin kita akan kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi pada sebuah tugas yang kompleks dari awal sampai akhir. Namun sebagai gantinya kita, memperolah keterampilan baru, misalnya melakukan beberapa percakapan secara bersamaan dari beberapa media berbeda. dan bukan berarti kita harus “menjauh” dari teknologi internet. Kita memang harus bijak dalam menggunakan suatu teknologi. Buku ini seperti sebuah peringatan agar pembaca tidak mengikuti begitu saja arus teknologi yang ada di sekitarnya.
 
    Catatan kaki:
    Fenomena yang diangkat penulis ini, sebenarnya terjadi secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Pernah membuka situs berita online? hampir keseluruhannya sama. Singkat, bombastis dan hampir tak ada isi(dangkal). Berbeda dengan koran cetak yang biasanya muatannya sudah melalui proses yang cukup panjang untuk sampai ketangan anda. Tentu dengan konten informasi yang lebih baik dari media online.
 
    Media sosial juga mengajarkan hal demikian,kita dihadapkan pada situasi dimana informasi yang diberikan itu harus singkat, dan tak bertele-tele. Kita hanya tau kesimpulannnya namun tak bisa menarik, akar pembahasannya. Belum lagi dengan fakta bahwa jumlah minat baca masyarakat Indonesia yang sangat rendah. Bahkan kita tak sampai satu buku per orang per tahun. Dan di Asia Tenggara?, kita berada pada posisi paling bawah.

    Akhir-akhir ini sedang digalakkan untuk membaca e-book. Itu sangat baik, mengingat nilai ekonomis yang ditawarkan dan fleksibelitasnya. Namun, harus dipastikan bahwa e-book tersebut bebas dari interupsi. Jika tidak, maka hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Interupsi ini bisa berupa hipertext, iklan, atau media yang terinsall di gadget untuk membuka e-book tersebut.

   Note: hipertext dimaksudkan diatas adalah teknologi html, seperti link, popup atau slider text yang mengganggu konsentrasi kita.
***

[Review Film] Amadeus - 1984

 
Mozar saat menjadi komposer di opera The Magic Flute
    Amadeus(Loved by God) adalah salah satu film terbaik yang pernah saya tonton, walaupun di IMDB hanya menduduki urutan 90-an, tapi ini sejajar dengan The Shawshank Redemption. Tulisan berikut tidak membicarakan adaptasi dari mana, siapa sutradaranya dan seberapa banyak penghargaan yang didapat. Ini hanya review saya tentang salah satu film terbaik yang underrated. Bagi yang khatam sejarah Mozart, tidak usah protes, film ini tidak semuanya sesuai sejarah. Ini hanya adaptasi cerita. so lets begin...

    *spoiler alert*
    Pertama, ini bukan film biografi Wolfgang Amadeus Mozart, komposer klasik yang termasyur itu. Ini adalah cerita pengakuan Antonio Salieri [1750-1825] salah satu komposer Italia penting dan terkenal dieranya. Salieri diakhir hidupnya berupaya untuk bunuh diri karena telah merasa membunuh Mozart. Semuanya itu karena iri terhadap kejeniusan Mozart. Tapi apakah hanya sesederhana itu? tentu tidak.

   Pada masa muda Salieri adalah penganut kristen yang taat. Dia sangat mencintai musik, namun ayahnya melarangnya. Sampai dia bernazar, kalau dia diijinkan Tuhan untuk bermusik dia akan mengabdikan seluruh hidupnya untuk memainkan musik untuk Tuhan. Dan singkat ceritanya, dia mencapai apa yang dia inginkan ketika dewasa. Salieri menjadi komposer bagi kekaisaran romawi Joseph II dan menganggap itu sebagai bentuk kesuksesan dan imbalan karena ketaatannya kepada Tuhan. Salier was loved by god!

   Semua berjalan sesuai keinginannya, sampai sebelum Mozart datang. Semua orang dikekaisaran sudah mendengar kabar tentang kejeniusan Mozart dan sungguh Salieripun menanti kedatangan anak ajaib ini. Tetapi diluar dugaan, gambaran sosok Mozart yang jenius itu runtuh. Salieri hanya bertemu seorang anak yang urakan, tidak tahu sopan santun, suka berkata vulgar dan kekanak-kanakan. Ditambah lagi suara khas tertawa Mozart difilm ini memang sangat mengganggu telinga yang mendengarnya. Namun dibalik itu sebenarnya Salieri sangat mengagumi kejeniusan kompisis Mozart. Ini terlihat ketika dia memperdaya istri Mozart agar mau membawakan kertas komposisi Mozart kepadanya, dan Salieri menangis. Dia mengatakan "On the page it looked nothing. The beginning simple, almost comic. Just a pulse. Bassoons and basset horns, like a rusty squeezebox. And then suddenly, high above it, an oboe. A single note, hanging there, unwavering. Until a clarinet took over and sweetened it into a phrase of such delight! This was no composition by a performing monkey! This was a music I'd never heard. Filled with such longing, such unfulfillable longing, it had me trembling. It seemed to me that I was hearing the voice of God

   Disinilah konfliknya, Salieri yang selama ini merasakan penyertaan Tuhan dalam hidupnya, mulai terguncang. Tuhan tidak adil dan kejam, bagaimana mungkin talenta musik hebat itu bisa jatuh kepada seorang anak urakan dan cabul. Dan saat para pemimpin di keuskupan tersebut lebih menyukai lagu gubahan Mozart, Salieri merasa Tuhan telah mengejek kemampuannya melalui kejeniusan Mozart. Seiring waktu berjalan, Salieri menjadi semakin terguncang imannya dan pada satu titik menyatakan perang terhadap Tuhan. Salieri mengupayakan segala hal untuk menghambat karir Mozart. Sedangkan disisi lain, Mozart walaupun dengan kejeniusannya, jalan hidupnya penuh rintangan. Mozart bersusah payah untuk mempertahankan idealisme musiknya; kesedihan yang mendalam atas meninggalnya ayahnya; dan kesulitan keuangan karena sifatnya yang boros dan penurunan komisi dari kekaisaran. Kemudian istri dan anaknya pergi karena tak tahan hidup miskin dan tak jelas masa depan. 

  Dan Salieripun melihat kesempatan. Dia ingin membalaskan dendamnya pada Tuhan dan Mozart. Mozart diminta untuk menulis requim untuk misa. Salieri, berjanji untuk membayar besar atas karya tersebut, sehingga masalah keuangannya akan hilang.  Dengan perjanjian itu Mozart bekerja keras untuk menyelesaikan komposisi Requim, sampai Mozart berada pada titik kelelahan dan kesehatannya terus memburuk. Dengan liciknya, Salieri seakan menjadi 'manager' pengganti untuk opera The Magic Flute dan meminta mozart tetap menyelesaikan tugasnya dirumah sembari sakit-sakitan sampai Mozart mendikte nadanya untuk ditulis oleh Salieri. Pada pagi harinya setelah semalaman menulis komposisi, istri Mozart datang, dan menyuruh Salieri pergi dan tanpa sepengetahuan mereka, Mozart meninggal. Mozart kemudian dikuburkan dipemakaman orang miskin tanpa penanda, sehingga orang sampai sekarang tidak tahu dimana kuburan Mozart.

   Salieri pada hari tuanya yang penuh dengan penyesalan, mengakui kepada pastor yang menangani kegilaanya, berkesimpulan Tuhan lebih memilih untuk membunuh Mozart ketimbang, menyelesaikan karya tersebut untuk memuliakan Tuhan melalui diri Salieri. Tuhan itu jahat!

   Jadi apa yang menarik dari film ini?
   Penggambaran Antonio Salieri yang diperankan oleh F. Murray Abraham, sebagai seseorang yang membenci Mozart dan disaat yang bersamaan sangat mengagumi karyanya sulit untuk dideskripsikan. Ada beberapa scene difilm ini yang menunjukkan, ketika dia memuji dan melihat tulisan karya Mozart, dia menarik nafas dan menangis. Dia seperti mendengar suara Tuhan melalui musik Mozart. Dan penampilan F. Murray Abraham sebagai Salieri adalah salah satu pendalam karakter film terbaik yang pernah ada, menurut beberapa kritikus film. Dan penampilan Mozart yang ditampilkan Tom Hulce, juga sangat bagus. Mozart yang, tanpa ragu, digambarkan sebagai komposer jenius namun urakan. 

  Film ini, dengan alur cerita yang mengalir, menggambarkan ironi orang cemburu terhadap talenta orang lain bahkan menelan sendiri nazar yang pernah diucapkannya. Salieri menganggap bahwa talenta tidak layak didapatkan oleh orang yang urakan, karena ini diyakini dari kecil. Menurut saya, difilm ini, Salieri pada saat benci pada Mozart adalah psikopat. Karena dia tidak memperdulikan orang lain, lingkungkannya untuk memenuhi cita-citanya. Tetapi, kenapa bukan sociopath? karna sociopath itu cenderung spontan dan tanpa memikirkan konsekuensi. Hal ini bisa terlihat dari cara dia membangun rencana untuk meruntuhkan ekonomi Mozart. Namun pada masa tuanya, dia menyesali perbuatannya. 

"All I wanted was to sing to God. He gave me that longing... 
and then made me mute. Why? Tell me that. 
If He didn't want me to praise him with music, 
why implant the desire?  Like a lust in my body! 
And then deny me the talent?"- Antonio Saliery
Nilai : 9.5/10
   -------------------------------------
   Beberapa Fakta Sejarah yang sebenarnya.

  • Salieri tidak membunuh Mozart. Mereka kolega yang tidak terlalu dekat. Mozart kemungkinan meninggal karena demam rematik
  • Walaupun miskin istri Mozart tak pernah meninggalkannya, dan kompisisi yang sedang ditulis dilanjutkan oleh beberapa teman komposer Mozart.
  • Tertawa mozart tidak seperti pada film, itu hanya penggambaran bagaimana Salieri meliha tawa orang yang tidak disukainya.
  • Mozart tidak urakan didepan umum, dia bisa menjaga sikap didepan para aristokrat saat itu
   -------------------------------------

Sabtu, 25 Juni 2016

Do Schools Kill Creativity - disadur dari TED Talk Sir Ken Robinson

    Salah satu channel youtube menarik adalah TED Talks. Channel ini menyajika video podcast dari TED Conference, yaitu tempat berkumpulnya para pemikir dan aktivis dunia yang di undang untuk berbagi pengalaman selama 18 menit. TED (Technology, Entertainment, Design) mengangkat topik tentang sains, bisnis, politik dan seni.

    Dan video yang paling banyak viewer di TED Talks adalah video dari Sir Ken Robinson tentang pendidikan. Sir Ken Robinson adalah penulis, pembicara dan penasihat pendidikan dari Inggris. Pada video ini dia mengangkat topik yang sering menjadi perdebatan dari masa ke masa, Apakah sekolah membunuh kreativitas?. Berikut adalah saduran dari Ken Robinson di website youtube: Do Schools Kill Creativity *mungkin agak membosankan karena teks semua, tetapi menarik untuk diikuti *

   Jika ditanya mengenai pendidikan, kebanyakan orang memiliki ketertarikan yang besar terhadap pendidikan sama seperti ketertarikan dengan agama dan uang. Hal ini karena kita sadar pendidikan membawa kita pada masa depan yang tidak dapat kita pegang. Bayangkan jika seorang memulai pendidikan tahun ini (2007) maka dia akan pensiun di tahun 2065 dan tidak seorangpun yang memiliki petunjuk, walaupun dengan semua pengalaman kita selama ini, bagaimana dunia akan terlihat bahkan hanya lima tahun kedepan sehingga ketidakpastian sangat luar biasa besar dan kita perlu belajar untuk itu. Kita juga percaya bahwa anak-anak memiliki kapasitas yang sangat besar untuk berinovasi. 
   
    Pendidikan dan Kreativitas
    Yang menjadi perhatian sekarang adalah bahwa kreativitas memiliki kepentingan yang sama dengan kemampuan bahasa dalam pendidikan dan keduanya harus diperlakukan sama. Ada sebuah pembicaran menarik tentang kreativitas. Di sebuah TK, ketika murid-muridnya diajak untuk menggambar, seorang guru tertarik dengan seorang gadis yang sedang fokus menggambar. Si guru menanyakan, "apa yang sedang kamu gambar?" "ini gambar dari Tuhan" jawab si gadis kecil. Kemudian si guru membalas "tapi tidak ada yang tahu seperti apa rupa Tuhan" kemudian gadis tersebut membalas "mereka akan tahu sebentar lagi". Dari contoh tersebut kita lihat bahwa ketika mereka tidak tahu, mereka akan terus maju, mereka tidak takut salah, mereka punya kreativitas. Namun ini tidak dimaksudkan bahwa salah sama dengan kreatif, yang kita tahu adalah ketika kita tidak siap untuk salah kita tidak pernah menemukan yang orisinil(hal baru). 
   
   Seiring waktu, anak tumbuh menjadi dewasa, mereka kehilangan kapasitas untuk kreatif. Mereka menjadi takut untuk salah. Dan kita menjalankan perusahaan seperti ini dimana kita menganggap kesalahan adalah hal yang buruk. Dan dalam dunia pendidikan, sistem mengajarkan bahwa kesalahan adalah hal terburuk yang dilakukan siswa dan hasilnya sistem pendidikan tersebut mengeluarkan siswa dari kapasita kreatif mereka. Picasso pernah berkata : "Setiap orang terlahir sebagai seorang seniman(artist), yang menjadi masalah adalah bagaimana kita tetap bisa sebagai seniman selama bertumbuh". Sederhananya adalah jika kita tumbuh tidak ke dalam kreativitas, kita terdidik keluar dari kreatifitas. Kenapa ini bisa terjadi?
    
    Sistem Pendidikan Saat ini 
    Semua pendidikan di dunia memiliki hierarki yang sama. Posisi teratas adalah matematika dan bahasa, kemudian kemanusiaan dan paling bawah adalah seni. Seni juga memiliki hierarki, seni rupa dan musik berada pada tempat teratas kemudian seni peran dan tari. Tidak ada satupun sistem pendidikan di dunia yang mengajarkan seni setiap hari sama seperti mengajarkan matematika. kenapa? padahal Saya pikir matematika penting, tetapi seni juga penting. Kita punya tubuh, jadi kenapa tidak dilatih. Seiring kita menjadi dewasa kita diajarkan secara progresif dari anggota tubuh pinggang sampai keatas dan akhirnya kita memfokuskan pada kepala(otak). 

   Jika kita ditanya, apakah sebenarnya tujuan dari pendidikan? kemungkinan kita akan berkata: dari melihat hasilnya, siapa yang paling berhasil, siapa yang menerima penghargaan. Dan pada akhirnya kita akan dipaksa bahwa hasil tertinggi dari pendidikan adalah profesor. Mereka adalah orang yang tampil paling atas. Namun kita tak seharusnya menganggap mereka sebagai puncak pencapaian pendidikan. Hal yang menarik tentang profesor adalah mereka hidup didalam kepala mereka. Mereka melihat tubuh mereka sebagai bentuk transportasi bagi kepala mereka. 
  
   Sekarang pendidikan kita dilandasi pada kemampuan akademis dan alasannya adalah sistem pendidikan publik belum ditemukan sampai abad 19. Sistem ini muncul untuk memenuhi kebutuhan industrialisasi. Sehingga hierarki yang muncul dalam sistem pendidikan ada dua, pertama adalah subject yang paling berguna bagi pekerjaan ada pada urutan teratas. Jadi kita diarahkan untuk menjauhi hal tertentu ketika sekolah dulu, hal hal yang mungkin kita sukai, dengan dasar bahwa anda nantinya tidak akan mendapatkan pekerjaan dari hal tersebut. Namun sekarang hal tersebut terbukti salah dan kita sedang melakukan revolusi. Yang kedua adalah kemampuan akademis mendominasi cara pandang kita tentang kecerdasan, karena universitas mendesain sistem dengan citra mereka. Jika kita menganggap sekolah adalah persiapan untuk masuk universitas, maka akibatnya adalah banyak orang berbakat, cemerlang dan kreatif tidak bisa berbuat apa-apa, karena hal baik yang mereka lakukan selama disekolah tidak dihargai bahkan dianggap buruk. 
     
     Mengubah Konsep Tentang Kecerdasan
    Pada 30 tahun kedepan, menurut UNESCO, akan lebih banyak orang yang lulus dari pendidikan  tinggi dibadingkan dengan awal sejarah. Kemudian, tiba-tiba gelar(degree) menjadi tidak berharga. Dulu jika anda punya gelar, maka anda punya pekerjaan. Namun sekarang orang yang memiliki gelar, lebih banyak yang pulang dan bermain video game, karena sekarang anda butuh gelar Master untuk kerja, sedangkan dulu hanya butuh gelar sarjana dan kedepan anda butuh gelar PhD untuk pekerjaan lain. Ini adalah proses dari "inflasi akademik". Ini membuktikan bahwa struktur pendidikan telah bergeser. Kita perlu berpikir radikal tentang cara pandang kita terkait kecerdasan. 

    Kita tahu tiga hal tentang kecerdasan, pertama adalah beragam. Kita berpikir tentang dunia dengan visual yang kita rasakan. kita berpikir tentang suara, pengelihatan, abstrak,  kinetis dan lainnya. Kedua adalah dinamis. kecerdasana itu sangat interaktif. Otak tidak dipisahkan dalam ruang terpisah mereka terhubung oleh batang syaraf yang disebut(corpus callosum) dimana syaraf ini lebih tebal pada perempuan. Sama seperti yang dijelaskan bahwa arti kreatifitas adalah memilih ide orisinil yang memiliki nilai, dan kreatifitas tersebut lebih sering muncul dari dari interaksi antar disipliner berbeda yang melihat sesuatu dari sudut pandang yang beragam. Yang ketiga, kecerdasan itu istimewa. 
    
    Contohnya adalah Gillian Lynne seorang penata tari terkenal. Saya pernah bertanya bagaimana anda bisa menjadi penari? dia menjawab, ketika dia sekolah dia sangat putus asa. Ketika disekolah guru menuliskan pada orang tuanya bahwa Gillian memiliki kekacauan belajar, dia tidak bisa berkonsentrasi. Kemudian Gillian menemui spesialis bersama orangtuanya, dia duduk dikursi dalam sebuah ruangan selama 20 menit, saat orangtuanya berkonsultasi dengan spesialis. Kemudian dokter  tersebut berkata, "Gillian,saya telah mendengarkan semuanya dari ibu mu dan saya butuh berbicara dengannya. Jadi, tunggu disini, kami akan kembali, kami tidak akan lama." dan mereka pergi, tetapi saat mereka akan pergi, sang dokter menyalakan radio. Dan ketika mereka keluar, si dokter mengatakan pada ibunya "sinilah dan lihat gillian". Sesaat mereka meninggalkan Gillian, dia langsung bergerak mengikuti irama musik dan kemudian dokter mengatakan kepada ibunya, Ibu Lynne, Gillian tidak sakit, dia seorang penari. Bawa dia ke sekolah penari. Kemudian ibunya membawanya ke sekolah menari . Kemudian Gillian merasakan hal yang luar biasa, dia masuk keruangan yang penuh dengan orang yang sama dengan dia. Orang orang yang tidak dapat berdiri diam. Orang yang harus bergerak untuk berpikir. Mereka melakukan balet, tab, dan jazz. Mereka melakukan tari modern dan kontemporer. Hingga akhirnya Gillian mengikui audisi masuk ke Royal Ballet School. Kemudian menjadi solois dan memilih karir yang mengagumkan di Royal Ballet hingga lulus dan mendirikan perusahaannya sendiri. Kemudian dia ikut dalam beberapa karya  teater musikal yang sangat sukses dan dia memberikan hiburan pada jutaan orang. 

  Saya berpikir bahwa satu-satunya harapan kita untuk masa depan adalah mengadopsi sebuah konsep baru tentang ekologi manusia, dimulai dengan mengubah konsep kita tentang kekayaan kapasitas manusia. Sistem pendidikan kita telah menambang pikiran kita seperti kita menambang isi perut bumi  yaitu untuk komoditas tertentu. Dan kedepannya, hal ini tidak akan memberikan apa apa. Kita harus memikirkan ulang tentang prinsip dasar bagaimana kita mendidik anak anak kita. Ada sebuah kutipan dari Jonas Salk yang berkata "jika serangga hilang dari bumi, maka dalam 50 tahun kehidupan didunia akan berakhir. Jika semua manusia hilang dari bumi, maka dalam 50 tahun semua bentuk kehidupan akan sejahtera".

***