Sabtu, 30 Juli 2016

[Review Buku] Manusia Indonesia - Mochtar Lubis 1977

Manusia Indonesia (Sebuah Pertanggungjawaban) 
Ceramah pada tanggal 6 April 1977
di Taman Ismail Marzuki - Indonesia

    Buku yang diterbitkan dari naskah lengkap pidato kebudayaan Mochtar Lubis pada tahun 1977  ini banyak mendapatkan perhatian. Bagaimana tidak? pidato yang sudah berumur 40 tahun ini masih dibedah sampai sekarang, bahkan sudah memasuki cetakan ke-5. Banyak yang pro dan kontra terhadap terbitnya buku ini. Secara umum saya membaginya menjadi tiga. Pertama, mereka yang kontra karena menganggap tulisan ini tidak berdasar? manusia Indonesia mana yang dimaksudkan? apakah dia sudah menganalisis setiap orang di Indonesia? yang mengarah pada pembuktian, dasar ilmiah dan fakta empiris isi ceramah ini. Kedua, mereka yang kontra karena buku ini menyudutkan dan tidak benar. Dari 6 sifat yang dibahas hanya satu yang positif, mereka percaya masyarakat Indonesia tidak seperti itu. Ketiga adalah mereka yang menerima dan menyadari sifat-sifat tersebut dan menilai ini adalah pemikiran kristis dari seorang jurnalis kenamaan di zamannya.

  Jakob Oetama, dalam kata pengantarnya, menengahi pro dan kontra dengan meletakkan isi buku ini pada tempat yang seharusnya. Dia mengatakan yang dimaksudkan adalah manusia Indonesia yang di stereotipkan (pictures in our head). Stereotip tidaklah seluruhnya benar atau seluruhnya salah. Stereotip muncul karena pengalaman, observasi, prasangka dan generalisasi. Buku bermanfaat sebagai pangkal tolak serta bahan pemikiran dan penilaian kritis untuk membangun kembali manusia Indonesia, menjembatani jurang yang menganga antara manusia ideal kita dengan manusia Indonesia. Maka aktual dan relevanlah buku ini untuk masuk dalam ruang diskusi. 

  Kalimat pertama buku ini, sudah cukup menohok, "Wajah lama sudah tak karuan di kaca, sedang wajah baru belum jua jelas". Sifat buruk manusia Indonesia semakin terlihat disetiap sisi keseharian, kita sadar itu, karena kita melihatnya dari kaca pengalaman, tapi kita biarkan. Dan keinginan untuk manusia Indonesia yang baik belum juga menampakkan wujudnya. Kita, manusia Indonesia, tidak berdaya pada pilihan. Kita terima semua dan hidup berdampingan. Misal, kita menerima agama, tetapi masih percaya tahayul. Kita menerima demokrasi, tapi masih menjalankan kebiasan feodal. Kita belajar mengatakan tidak dengan cara lain, hingga kata 'tidak' itu ditutupi dan diberi topeng, hingga tidak dapat lagi dikenali.

   Keenam sifat manusia Indonesia dalam buku ini, adalah:
  1. Munafik atau hipokrit seperti semboyan Asal Bapak Senang.
  2. Enggan mengambil tanggung jawab
  3. Bersikap dan berperilaku Feodal
  4. Percaya Takhyul
  5. Artistik
  6. Lemah watak dan karakter.
   Sebenarnya, ada beberapa sifat lainnya yang disebutkan dibuku ini, namun yang enam diatas yang menjadi perhatian utama penulis.

  Ada yang menggilitik dari buku ini, yang sering terjadi di media sosial saat ini. "Falsafah yang berlaku saat ini adalah falsafah 'kebeneran'. Meski saudara benar, tetapi tidak lagi kebeneran yang saudara salah. Dan berlaku sebaliknya".Kalimat tersebut secara tidak langsung dapat kita lihat di media sosial saat ini. Ketika banyak isu suku atau agama muncul di media sosial dan beberapa akun mengupas isu tersebut dengan pisau dalil konstitusi, agama dan adat -yang seringkali mereka campuradukkan- banyak yang benar tetapi salah karena tidak kebeneran dan yang salah sering dianggap benar walaupun salah karna lagi kebeneran. 

   Reformasi sudah berumur belasan tahun saat ini, namun entah mengapa sosok manusia Indonesia seperti dilukiskan di atas lebih kuat lagi aktualitas dan relevansinya. Beberapa penyebabnya ialah pendidikan, sistem, dan struktur politik yang ikut mengentalkan sifat-sifat negatif tersebut. Namun kita harus yakin dan percaya, bangsa Indonesia bukan bangsa Paria. Kita berbudaya, kita punya tata krama. Kita ingin maju dan sedang maju. 

"Saya mengusulkan... Ah, apa yang hendak saya usulkan??? Saya usulkan kita di Indonesia bersikap lebih manusia terhadap sesama manusia kita." - Mochtar Lubis

"Saya memberikan lukisan yang suram, tetapi saya tidak melihat hari depan manusia Indonesia dengan mata yang suram" - Mochtar Lubis

1 komentar: