Senin, 11 Juli 2016

[Review Film] Amazing Grace - 2006


  "Perjuangan selama 20 tahun untuk sebuah idealisme: penghapusan perbudakan."
  Film ini adalah gambaran nyata perjuangan politik, pertobatan dan idealisme yang digabung menjadi satu. Dibangun dari dua kisah berbeda namun saling berkaitan, film ini mengenalkan kepada seorang yang bernama William Wilberforce (1759-1833) anggota majelis rendah kerajaan Inggris dan John Newton (penulis Amazing Grace) mantan kapten kapal budak selama bertahun-tahun dan ia mengalami pertobatan dramatis lewat badai. 

"Although my memory's fading, I remember two things very clearly. 
I'm a great sinner and Christ is a great Savior."-John Newton

   Pertemuannya Wilberforce dan John Newton dimulai ketika dia keluar dari politik dan belajar teologia dengan fokus mengkritisi keadaan para pekerja di Inggris waktu itu. John Newton yang sudah buta dan pendeta pada sebuah gereja, menjadi mentornya dengan tekad yang sama yaitu untuk menghapuskan perbudakan. Pendeta Newton mendorong Wilberforce untuk berkiprah kembali dan melanjutkan misinya dalam politik untuk Allah, bukan untuk meninggalkan politik bagi Allah. 

  John Newton dalam film ini digambarkan merupakan pahlawan iman yang indah. John Newton selama bertahun-tahun setelah pertobatan dari keterlibatan dalam perbudakan, disiksa dengan rasa bersalah "darah masih di tangan saya." karena dia membawa budak dari tanah Afrika dan dijual ke Inggris. Sekarang setelah secara fisik buta, dia menyatakan, "Saya pernah buta, tetapi sekarang saya melihat," karena ia akhirnya menerima pengampunan Allah atas dosa-dosa perdagangan budak. Di masa tuanya John Newton menyatakan: "Aku berdosa besar dan Kristus adalah Juruselamat yang besar." 

  Penghapusan perbudakan bukanlah hal yang mudah saat itu. Inggris secara sadar melihat bahwa ekonomi dan politik dipengaruhi oleh perbudakan. Dari sisi ekonomi, para budak adalah sumber penghasilan mereka lewat perkebunan dan penambangan dan kekuatan ekonomi inilah yang memperkuat pengaruh politik Inggris terhadap lawan-lawan negaranya. Jadi saat itu budak adalah penting untuk kekuatan negara.   

   Wilberforce yang didukung oleh para simpatisan, terus berkampanye untuk mengakhiri perdagangan manusia dimana kapal-kapal Inggris membawa budak kulit hitam dari Afrika, dalam kondisi buruk, ke Hindia Barat sebagai barang yang akan dibeli dan dijual.  Dia, bersama temen temannya, mengusung RUU Anti Perbudakan yang terus disuarakan dengan berbagai cara kampanye dan diplomasi “perlementarian”. Dia tetap teguh dengan keyakinan dan idealismenya tanpa harus mengandalkan berbagai cara anarkhis dan kekerasan. John Newton merupakan salah satu pendorong utama semua gerakan William. Dia membuat pernyataan yang berani: "Ini adalah siapa saya, dan ini adalah apa yang saya perjuangkan." Bahkan dalam satu adegan ditampilkan William menyanyikan bait-bait tulisan John Newton lewat lagu “Amazing Grace” di depan para bangsawan dan anggota parlemen Inggris saat itu. Saat mengajukan Rancangan Undang-undang anti perbudakan dalam parlemen Inggris, dia mendapat kecaman, tantangan keras, cemoohan bahkan cacian dari berbagai pihak. Perjuangan panjang Wilberforce diwarnai dengan kondisi fisik yang tidak sehat, tetapi semangatnya tidak memudar.

  Dalam satu adegan dikisahkan Wilberforce sempat mengajukan pertanyaan kepada Tuhan tentang masa depannya berkenaan dengan kesehatannya yang terus menurun, namun demikian Wilberforce mengambil keputusan untuk terus berjuang melawan kebijakan negaranya yang ingin tetap melanggengkan perbudakan. Setelah 20 tahun akhirnya, Undang Undang Penghapusan Perbudakan disahkan parlemen dengan ’dititipkan’ pada Undang Undang Anti Perancis dan mulailah babak baru kemanusiaan di Inggris.

   Dan terakhir, yang melengkapi kekaguman pada cerita film ini adalah perkataan(pujian) yang disampaikan lawan politik Wilberforce: 

"When people speak of great men, they think of men like Napoleon - men of violence. 
Rarely do they think of peaceful men. 
But contrast the reception they will receive when they return home from their battles. 
Napoleon will arrive in pomp and in power, 
a man who's achieved the very summit of earthly ambition. 
And yet his dreams will be haunted by the oppressions of war. 
William Wilberforce, however, will return to his family, 
lay his head on his pillow and remember: the slave trade is no more."-Lord Charles Fox:

catatan:
Film ini diangkat untuk memperingati 200 tahun undang undang anti perbudakan di Inggris (1807-2006) dan perhatian kita tentang banyaknya anak dibawah umur saat ini yang dipekerjakan secara paksa diseluruh dunia.

1 komentar: