Minggu, 27 Maret 2016

[Tulisan] Pengamen - catatan kecil soal mereka

Dari pengalaman pribadi '
    Menopang Kebutuhan Keluarga.
   Berjumpa dan bercerita langsung dengan pengamen, merupakan pengalaman yang jauh berbeda dari pada hanya sekedar melihat. Banyak hal baru yang saya pribadi belum ketahui tentang mereka. Sebenarnya mereka sudah sering di expose di media massa, tetapi tanpa  merasakan langsung, itu akan jauh berbeda.  Pagi dan sore mereka kerja karena memang kebanyakan orang akan ada diangkutan jam segitu. Mereka pindah dari 1 angkutan ke angkutan lain, tanpa takut jalur lalu lintas  yang penuh. Mereka yang bersuara bagus biasanya dimodali gitar kecil/okulele. Mereka menyanyikan 2 atau 3 lagu sebelum kemudian menyodorkan tangan mengharapkan penumpang bus mau meraba kantong dan  mengambil recehnya. Bagi yang tidak memiliki skill atau modal kurang dia akan menggunakan botol plastik bekas diisi dengan beras, kemudian dipuluk ketangan mereka. Sama aja, mereka juga menyanyikan 2 atau 3 lagu dengan pas-pasan dan meminta receh. Dan bagi yg lebih susah, pengamen aja ada tingkat kesusahannya, biasanya hanya bermodalkan membawa adeknya, digendong dan menyanyi, sampai ketemu pemberhentian berikutnya. Saya tidak berbicara tentang pengamen yang mengancam, hanya bermodalkan teriakan minta dikasihani tetapi isi perkataanya mengancam, karena mereka belum pernah saya jumpai.

    Dari umur 1 atau 2 bulan mereka sudah dibawa untuk mengamen, ya bahkan kemarin saya sempat bertemu dengan ibu muda berumur 17 tahun dan sudah membawa anaknya yang berumur 1 minggu untuk mengamen. Ini nyata, tapi mau gimana lagi, mau meninggalkan anaknya digubuk? malah dia akan mengurangi penghasilannya. 1 minggupun asal si ibu sudah cukup sehat untuk berdiri, diakan mencari duit. Gimana Suaminya? jangan harap, hampir semua  yang saya lihat, mereka pria brengsek. Mereka kebanyakan hanya tidur2an atau sekedar ikut memantau hasil ngamen  anak mereka. Sulit untuk diterima akal memang, saat kebanyakan anak dipersiapkan orang tua agar dapat sukses dan bertahan dimasa depan, mereka malah memanfaatkan itu untuk memenuhi kebutuhan mereka.

    Bayangkan 1 anak perhari bisa dapat 60rb, paling-paling kalu lagi apes hanya dapat 20rb. itu 1 anak, bagaimana jika dia punya anak 3?, kalikan saja. Tapi belum cukup samapi disitu, kebanyakan ibu disini punya anak lebih  dari 3 orang. Ada bahkan yang memiliki 11 anak dan semuanya mengamen. Soal bagaimana anak2 itu bertahan hidup? ya saya sendiri sulit untuk memahamainya. Saya sering memahami cara mereka menjaga kesehatan. Sering sekali mereka saya jumpai makan nasi bungkus, kemudian diletakkan diatas tanah ditepi jalan tempat bus berhenti. Soal minum? mereka memang memilih untuk membeli air mineral dari penjual sekitar. Dan air mandi, bab atau buang air kecil? ha ha ha, sudah banyak yg bahas di media. Cek saja sendiri.

    Ingin Sekolah dan Mengamen.
    Hal menarik yang saya lihat mereka ingin sekolah, tetapi juga ingin juga mengamen. Mereka sudah  terbiasa memegang uang dan sudah paham apa artinya hidup tanpa uang. Tetapi mereka juga punya cita cita.  Diawal pertemuan kami pernah menanyakan apakah mereka memiliki cita-cita dan mereka jawab ada dan menyebutkannya.  Saya pikir Baguslah setidaknya mereka masih menempelkan harapan masa depan dijidatnya. Memahami Antara sekolah dan mengamen agak sulit. Mereka adalah mata pencaharian orang tuanya, dan jika sekolah setengah pencahariannya akan hilang. Itu sama saja, misalnya, kita sedang kerja dengan gaji kecil, dan ingin sekolah tetapi konsekuensinya gaji kita dikurangi?. Bagaimana sulit? mereka tidak heran tentang itu walau dalam artian sederhana.

    Beberapa dari mereka yang masih berusia 12 tahun kebawah, disekolahkan di swasta dengan jam sekolah jam 7 sampai jam 9. Hanya 2 jam setiap hari, karena sisa harinya harus mengamen. Setengah tahun ini kami sudah belajar dan bermain dengan mereka. Mereka sangat antusias, mereka sangat ingin belajar. Walaupun kadan memaksakan kehendaknya untuk belajar apa. Tetapi setidaknya mereka mau. Mencuri 2 jam saja perminggu dari waktu yang mereka pakai mengamen diluar jam sekolah adalah dilema. Siapa coba yang mau penghasilannya dikurang? inilah yang ibu mereka pikirkan. Anak mereka dimarahi, bahkan dipukul jika itu belajar dengan kami dijam  ngamen.

    Dan bagi yang sudah berusia 15 tahun keatas, mereka bersiap siap untuk dinikahkan. Dengan siapa? orang tua mereka berharap ada pria mapan yang meminangnya, tetapi kenyataan dipinang oleh pria pengamen. Dan alhasil, 2 tahun kemudian dia akan melahirkan anak yang disiapkan untuk mengamen. Susah memang, tetapi yang selalu saya lihat mereka masih mau datang ke tempat mengajar dan itu cukup baik. Karena beberapa anak sudah tidak mau lagi untuk belajar, alasannya sederhana. Mereka butuh duit. Dan ada juga yang melarang anaknya untuk ikut belajar. Tidak tahu pasti alasannya, yg pasti dia ingin tetapi dihalangi.

    Ibu Pemegang Hak Penuh Hidupnya.
   Selepas makan siang biasanya ibunya sudah menunggu dibawah pohon. Sambil menggendong bayi yang beberapa bulan kedepan akan disiapkan untuk amunisi mengamen dan memegang rokok, sianak turun dari bus atau metro mini. Mereka datang dan membongkar isi kantongnya. Orang tuanya sendiri tidak percaya pada mereka, karena biasanya saat bertemu orang tuanya mereka akan digeledah, siapa tau ada menyisipkan uang ditempat lain  dibaju atau celananya. Kemudian orang tuanya menghitung uang, dan memberikan jatah untuk anaknya buat beli makan dan minum.

   Mereka kadang tidak dapat berkutik, ketika ditagih ibunya. Mereka sudah diajari lingkungannya untuk mencari uang  sendiri. Dan mungkin saja  berpikir ibu  adalah rentenir bagi mereka. Tetapi tidak sesuram itu, kadang ibunya juga menunjukkan nalurinya, ketika anaknya sakit, dia berusaha mencari pengobatan. Kemarin kami baru saja melakukan pengobatan dan mereka berbondong bondong membawa anak mereka untuk diukur, ditimbang dan dicek kesehatannya, serta diberikan obat. Mereka disatu sisi adalah ibu yang mulia, tetapi saya tidak habis pikir kenapa harus dibuat jadi pengamen.

   Seakan-akan hak hidup pengamen adalah ditangan ibunya, alasannya sederhana, Ibu mereka sudah melahirkan mereka. Dan dulu sudah berusaha untuk bertahan hidup mulai dari kecil, sekarang giliran kalian!!  Iseng kemarin saya menanyakan kenapa mereka membiarkan anaknya mengamen, mereka bilang, capek mas 30 tahun mulai dari kecil mengamen terus, sekarang gantian mas, biar mereka terbiasa. Inilah saya rasa perlunya kita lihat dari sisi lain. Kita sering menyalahkan orang tuanya, tetapi mereka manusia, siapa yang tau kalau ibu mereka juga dari kecil sudah disuruh mengamen?

   Ingin Keluar dan Ingin Tetap
   Kembali lagi kepersoalan sianak, mengamen dan sekolah. Dari usaha mereka belajar, memang beberapa anak layak untuk dibantu sekolahnya, walaupun kebanyakan cukup sulit untuk menerima pelajaran. Apa yang sudah diajarkan minggu ini, minggu depan lupa lagi. Ya saya sendiri maklum, dulu sekolah formal saja, kadang sering lupa apa yang sudah diajarkan guru, apalagi mereka yang harus belajar dengan kami dengan pikiran apakah penghasilannya satu hari ini memuaskan ibunya atau tidak. Ini seperti pusaran mata angin, yang menarik mereka, seakan-akan ingin keluar dari pusaran tetapi mereka tetap dipusaran itu sampai usia mereka membumbung tinggi. Sampai akhirnya memutuskan, anak saya berikutnya juga akan mengamen. Hati mereka ingin keluar tetapi usaha mereka sendiri tidaklah cukup. Adakah yang mau menahan lapar demi pendidikan. Kalau lapar dalam artian dari lauk mewah menjadi lauk sederhana, mungkin bisa. tetapi Jika  urusan lapar adalah antara makan atau tidak. Jelas pendidikan adalah nomor kesekian.

    Mereka mengamen, tetapi mereka ingin belajar, ingin hidup normal. Walaupun sekarang mereka pikir kehidupan normal mereka adalah mengamen, yang berharap bertemu orang yang berbaik hati  di metro mini dan memasukkan  video youtube mereka dan dilirik pencari bakat untuk diorbitkan. Tapi itu cerita si -Tegar dan beberapa orang lain yang muncul sebentar dan redup lagi.

    Tidak Mudah Tapi Bisa 
    Mengurai kehidupan pengamen dan masalah mereka tidaklah sesingkat cerita saya diatas. Tetapi dapat menjadi sedikit gambaran dari pengalaman saya bersama mereka. Saya pikir hal ini haruslah dikurang. Saya tidak berkata dihilangkan, karna bagaimanapun ini adalah ladang usaha bagi mereka, bahkan kota dunia sekelas New York juga masih memiliki pengamen atau pengemis.
Berperan aktif adalah hal yang tepat. Memberitahu mereka wawasan luar, dapat membuka pikiran mereka. Memang tidak akan berubah dalam sekali atau dua kali pertemuan. Bertahun2 batu yang telah mengeras dikepala mereka bahwa hidup buat makan dengan cara mengamen bukanlah cara terbaik menjalani kehidupan. Mereka harus bisa keluar setidaknya anak mereka. Usahanya memang tidak terukur, tetapi berefek luar biasa jika kita serius. 1 kehidupan  pengamen bisa berbeda total jika kita serius membantunya. Tidak perlu menunggu pemerintah dengan kebijakan kebijakan nya. Karena kalau dianalogikan, 60 ribu adalah nilai yg besar bagi anak untuk mengamen, karena nilai segitu tidak didapat dikampung.

    Tindakan pencegahannya, jangan memberikan gambaran surga tentang jakarta dimana mereka bisa hidup layak. Mereka kebanyakan adalah orang yang terjebak dengan jakarta, seperti lalat pada ruangan kaca. Mata mereka menewarang keluar dan beruasa lepas tetapi badan mereka tetap didalam kaca tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar